Friday, July 25, 2008

Krisis Listrik Indonesia: Sebuah karma, bukan buah simalakama!

Oleh: Eddy Satriya, selaku pemerhati masalah energi.

Banyak orang sekarang saling menyalahkan atas terjadinya krisis listrik yang akhirnya melanda ibukota. Bukan hanya daerah atau pelosok saja. Bukan pula di Medan dan SUmut yang telah menggulung berbagai perusahaan besar seperti industri sepatu dan sarung tangan karet. Bukan pula di Banjarmasin, PAlangka Raya dan Balik Papan yang menjadi daerah penghasil energi dengan berbagai jenis sumber. Tetapi juga sampai hingga Palembang yang listriknya juga ikutan mati dilumbung energi. Singkat kata, krisis listrik nyaris terjadi di semua wilayah.

Kerugian tidak perlu dibahas lagi, hanya menghabiskan waktu dan menyiratkan ketololan kita jika masih berdebat. Lalu apa sebenarnya yang terjadi?

Yang pasti krisis listrik bukanlah masalah baru, tetapi sudah barang lama. Dan agar kita tetap ingat, sebaiknya dituliskan disini bahwa keputusan seluruh rakyat Indonesia lah (lewat Mahkamah Konstitusi -MK) yang membatalkan UU listrik dan berbagai perangkat pelaksananya seperti PP tentang Bapeptal (regulator untuk sektor listrik). Alhasil, kita harus kembali lagi ke UU lama yaitu UU 15 tahun 1985 yang sangat kental mempertahankan "monopoli" PT.PLN yang sudah tidak sesuai lagi dengan zamannya. Sementara itu, tugas yang diembankan agar pemerintah segera menerbitkan UU listrik yang baru sebagai revisi tidak pernah dikerjakan dan ataupun ditagih DPR.

Alhasil...terima lah karma itu. (maaf memang terasa kasar, tapi itulah fakta sebenarnya). Sementara itu, ketika Presiden SBY sudah memerintahkan agar seluruh kontrak jual beli gas yang habis masa lakunya pada tahun 2009/2010, tidak diperbolehkan untuk diperpanjang. Dengan kata lain, kontrak itu harus dihentikan. Pernyataan ini disampaikan langsung presiden SBY dihadapan peserta Kongres GMNI pada 2006 lalu. Hal ini disampaikan beliau mengingat gejala kekurangan pasokan energi sudah sangat mengkhawatirkan. Tetapi apa mau dikata, akhirnya para otoritas dibidang nya tetap bernegosiasi dan melanjutkan kontrak lama, dan bahkan juga membuat kontrak baru dengan Jepang, Korea dan Taiwan.

Jadi...memang sudah seharusnya krisis listrik itu terjadi. Kita melalaikannya. Juga kita perlu ingat, disamping telah masuknya bbrp rekan petinggi PLN ke dalam penjara, tidak banyak yang peduli kalau hingga hari ini PT. PLN pernah menghapus direktorat perencanaan untuk masa yang cukup panjang, sekitar 6-7 tahun. Nah...kalau begini..memang lengkaplah penderitaan rakyat Indonesia (termasuk saya lho...). Gas nya terus dijual keluar, pembangkit combined cycle nya sekitar 3500 MW dipaksa membakar BBM (gasnya kagak ada...karena di ekspor terus-2an), Direktorat Perencanaan PLN baru dibentuk lagi tahun ini, dan Permen nya tentang jual beli listrik / energi alternatif no 1122 justru menguntungkan PLN dan merugikan pengembang yang harus menjual listriknya dibawah HPP PLN.

Kesemuanya itu diperburuk dengan rendahnya energy efficiency (penghematan).

So....selamat datang blackout dan brownout!!
Ini Karma Bung, bukan simalakama. Jangan diputarbalikkan.

-----

Bahan Bacaan terkait:
1. COurt RUlling raises uncertainties in energy sektor;
2. Hemat Energi yang terlupakan;
3. Phenomena Magic Jar:
4. Open SOurcing oil and gas sector

Tuesday, July 15, 2008

Acungan Jempol Untuk PSB-Online.

Oleh : Eddy Satriya
(hanya untuk online publishing)

Keberhasilan di Republik ini memang sulit untuk didesiminasikan. Sebaliknya, permasalahan dalam berbagai bentuk telah menjelma menjadi momok menakutkan dan selalu diperbincangkan sehingga tanpa disadari secara mudah dikomunikasikan kepada setiap orang.

Kebebasan pers telah banyak dimanfaatkan, tetapi tidak untuk berita yang menyenangkan dan menghibur masyarakat yang sudah haus akan berita keberhasilan dan keteduhan.Karena itu jangan heran jika berita tentang aplikasi telematika di bidang pendidikan seperti Sistem Penerimaan SIswa Baru yang secara langsung, real-time, on-line disediakan oleh Depdiknas dan jajarannya ini, juga luput dari pemberitaan positif. Keberhasilan PSB-Online (kita singkat saja demikian) malah langsung tertelan berita negatif tentang mahalnya harga buku yang menjadi kepala berita di beberapa surat kabar hari ini (Kompas, 15/7/08).

Tdak bisa dimungkiri, Ditjen Dikmeneti dan Dikdasmen serta DInas Pendidikan DKI telah memberikan sumbangan yang besar terhadap majunya PSB yang beberapa waktu lalu masih manual. Berbagai proses yang berlandaskan transparansi, keadilan, dan pelayanan prima telah menggantikan proses PSB yang manual, bertele-tele, penuh resiko kesalahan kalkulasi dan pemeringkatan. SIngkat kata, selain tidak mengenakan biaya, PSB-Online secara nyata telah memberikan sumbangan yang sangat besar kepada orang tua murid dalam hal biaya dan efisiensi waktu. PSB-Online ini bisa dicermati di URL : http://dikmentidki.psb-online.or.id .

Bayangkan, hanya dengan mendatangi salah satu sekolah negeri penyelenggara terdekat orang tua atau siswa telah bisa mendaftar dengan praktis untuk memilih sekolah yang diinginkannya. Disesuaikan dengan jumlah nilai UAN yang diperoleh dan jarak tempuh dari rumah ke sekolah, siswa dan orang tua murid bisa membidik sekolah yang diinginkan. Pilihan juga diberikan lebih dari satu, yaitu lima pilihan yang memungkinkan siswa diterima di salah satu sekolah.

Pentahapan pun diberikan dua kali. Tahap I ditujukan untuk semua siswa dari kota bersangkutan dan 5% siswa dari luar kota. Sedangkan tahap II disediakan bagi siapa saja untuk kembali memilih 5 sekolah yang diinginkan jika tidak diterima pada tahap I.Informasi tentang sekolah dan berbagai informasi lain disediakan pula secara langsung di seluruh sekolah negeri (SMP/K maupun SMA/K) negeri dan juga online di website yang ditunjuk Depdiknas.Sungguh, sebagai orang tua kita dapat merasakan betapa kemajuan pesat telah berhasil di mulai dan diteruskan untuk sekolah tingkat SMP dan SMA.

Bukan hanya untuk Jakarta, PSB-Online juga telah dijalankan di kota PAdang, Yogya, Bojonegoro, TUban, dan Malang.Membiasakan untuk menyediakan sistem online bukanlah hal yang terlalu sulit. Asalkan pimpinan tertinggi daerah, apakah itu Gubernur, BUpati, atau Walikota, sudah memiliki keinginan untuk melaksanakan reformasi pelayanan publik, maka akan banyaklah sistem sejenis yang dapat di implementasikan. Jelas sistem online yang berdasarkan pemanfaatan aplikasi telematika ini bisa dan terus akan berkembang ke sektor-sektor lain.

Karena itu, sebelum berita sukses ini tenggelam oleh berita negatif lainnya disektor pendidikan seperti mahalnya harga buku, susahnya mendownload buku elektronik, atau berbagai iyuran yang menjerat orang tua, sudah selayaknya kita bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada para aparat Pemda terutama Dinas Pendidikan terkait di beberapa kota seperti diuraikan diatas.

Sekali lagi, acungan jempol pantas diberikan untuk PSB-Online ini, dan tentu besar harapan kita cara ini bisa ditularkan untuk Penerimaan Mahasiswa Baru yang juga setiap tahun membutuhkan kompilasi data dengan variabel yang lebih kompleks. Semoga Ditjen Dikti bisa belajar dari "adiknya" Ditjen Dikdasmen.

Semoga.