Sunday, November 06, 2011

Just Leave Home Without It!


Pelajaran berharga terkadang dibayar harus cukup mahal, bukan hanya dengan uang tapi juga dengan rasa malu. 

Mendengarkan azan Isya tadi malam, malam ini, di malam takbiran Idul Adha saya bergegas ke mesjid di Komplek. Biasanya saya tidak pernah membawa HP. Suatu ketika saya melihat ada kawan membawa HP, yg membuat saya tadi entah kenapa ingin pula membawa HP. Mungkin bermanfaat, karena biasanya malam Minggu atau hari MInggu ada pengajian di Mesjid Al-Ikhlas yang sekarang makin tampil mentereng setelah direnovasi oleh pengurus DKM baru. Dari pengajian biasanya sempat saya catat ke dalam notes. Ini biasa saya lakukan jika mendengar kotbah Jumat.

Rakat kesatu dan kedua berlalu.

Setelah bangkit dari duduk menuju rakaat ketiga. Terdengar lagu cukup kencang "Doremi" yang cukup heboh iramanya dari kantong saku saya. Astagafirullah! HP yang sudah saya silent kok masih bernyanyi. Saya kehabisan darah, tersirap, terkesiap dan malu. Mana bunyinya cukup nyaring. Mungkin karena terjepit dicelana ketika duduk dan bangkit shalat, beberapa tombol mungkin On, sehingga muncul lagu yang seingat saya dulu memang pernah saya download. Tapi saya sempat berpikir, rasanya dulu saya lakukan di laptop untuk blog saya, bukan di HP. Namun karena sedang shalat saya sudah tidak bisa lagi berpikir panjang. Yang pasti keadaan menjadi kacau.

Seketika konsentrasi dan kekhusyukan shalat Isya saya buyar. Karena HP nya bersarung, saya coba memencet2 ketika orang sujud. gagal. Sementara suara Budi dengan lirik lagu cukup kocak terus berkumandang yang saya yakin mengganggu juga jamaah sekeliling saya, paling tidak radius 3 meter mereka pasti mendengar. Agak sedikit panik, saya coba kempit HP di kantong dengan lengan saya. Lumayan seketika suaranya agak berkurang.

Konsentrasi saya buyar, menanggung malu. APalagi saya juga berniat sebenarnya menghayati ritual ibadah Isya dan malam takbiran menjelang Idul Adha. Apalagi saya ingin menghayati jejak jejak dan prosesi ibadah haji yang baru tahun lalu saya laksanakan. Dan apalagi lainnya.

Saya mendapat cobaan berat pikir saya. Saya yang dari pagi sudah merasa haru dan tersentuh setiap melihat layar kaca yang menayangkan perjuangan para jemaah yang sedang wukuf. Hari yang indah saya jalani dirumah seharian, kok menjadi seperti bencana justru di dalam rumah Allah yang mulia ini.

Sempat saya ingin merogoh kantong celana pendek, tapi harus membuka gulungan sarung. pasti akan repot. saya memilih diam, tapi penuh rasa gelisah. betapa tidak, malu pun makin  menggunung.

Suara Budi dengan Doremi nya makin terasa kencang berkumandang. Karena orang sudah mulai diam dalam kekhusukan duduk pada bagian akhir shalat. Orang tinggal menanti salam dari Imam, pak Ujang tetangga kami. Sementara Budi suaranya malah makin kencang. Bukannya habis lalu berhenti.

" (do) doakan ku harus pergi 
 D
(re) relakan aku di sini
Em
(mi) misalnya aku kan pulang 
C
(fa) fastikan kau tetap menunggu

G
(sol) soal cinta luar biasa 
D
(la) lama-lama bisa gila
Em
(si) siapa yang tahu pasti 
C           D
(do) doakan aku di sini".

Bisa anda bayangkan malunya saya yang ingin "memperingati" setahun berhaji di keheningan malam takbiran tiba-tiba justru harus menanggung malu yang tidak terbayangkan. 
Jelas suatu kesalahan fatal yang sulit dimaafkan dan sulit dibayangkan akal sehat bisa terjadi pada saya. Pak Haji malah lalai mematikan HP nya sendiri. Mana orang melek IT lagi. Begitu pikir saya. 

Saya sudah pasrah. Setelah tadi saya coba memencet dari luar tidak bisa. HP nye memang terbungkus saring kulit cukup tebal. Saya memilih ikut diam saja menunggu salam dari Imam. Sementara suara Budi penyanyi "doremi" ini makin kencang.

Alhamdulillah, Sang Imam mengucap salam, pertanda akhir salat. Saya memilih segera berdiri, dan sambil mengucap maaf kepada jemaah sekeliling saya memegang kantong celana agar bunyi musik berkurang. Namun saya heran ketika saya tutup dengan tangan, suara lagu "Doremi" yang kocak itu bukan nya makin pelan. Justru bertambah kencang.

Ternyata, Budi bernyanyi "Doremi" bukan dari HP saya. Rasa kaget bercampur senang dan kesel menyeruak ketika saya menoleh kebelakang dan melihat jamaah disebelah kanan saya dengan tenang merogoh HPnya. Sambil mematikan HP nya ia berucap,"Maaf pak, saya lupa mematikan HP saya"  ujarnya.

Saya kehabisan kata-kata. Alhamdulillah saya tidak marah. Mungkin karena beban berat dipundak saya ikut hilang. Saya bersyukur sambil menepuk-nepuk punggungya dan geleng2 kepala. 

Saya tidak perhatikan lagi jemaah itu. Saya lanjut dengan doa mengikuti ajakan Imam dan bersalam-salaman. Pak Slamet tetangga saya tersenyum dan geleng2 kepala sambil menyebutkan ada orang yang hp nya berkicau tadi. Dia tahu, bukan HP saya. Tapi pak Teddy bertanya " jadi HP siapa itu pak Eddy? ". Saya jelaskan HP orang disebelah saya.

Namun tentu saja jamaah di belakang saya tidak semua bisa tahu persis kejadiannya, dan ketika melihat saya buru2 berdiri sehabis salat, bisa saja mereka mengira saya biang keladi kekacauan salat Isya di malam takbiran yang syahdu ini.

Apa boleh buat, resiko membawa HP ke mesjid harus saya tanggung dengan penuh rasa malu, meski batal. Tapi juga kehilangan kekhusukan shalat Isya di malam takbiran Idul Adha.

Semoga jika memang bisa, pastikan "Just leave home without it!"

---
Sawangan, Malam Takbiran Idul Adha 2011.