Showing posts with label education. Show all posts
Showing posts with label education. Show all posts

Saturday, August 16, 2008

Profesor, Jabatan, dan Bui

Masih belum hilang dari ingatan kita ketika beberapa guru besar -demikian kita gelari mereka atau bahasa mulia akademis nya adalah Profesor- di negeri yang indah ini "memilih" jalannya sendiri menuju bui. Adalah era reformasi yang menjadi saksi. Sebut saja nama Nazarudin, Rokhmin, dan beberapa nama lainnya. Pengadilan telah memastikan dan memutuskan mereka bersalah, apapun alasannya. Tidak kurang pula beberapa Doktor yang menjadi penggiat LSM atau lembaga yang membela masyarakat, juga kena batunya. Jalan pengabdian melalui perguruan tinggi ditinggalkan hanya untuk "mencicipi" enaknya birokrasi. "Sawang Si Nawang", begitu kalimat bijak Jawa mengingatkan. Namun nasi telah jadi bubur. They all end up in jail!

Sekarang dunia dan masyarakat Indonesia, nyaris seluruh lapisan masyarakat seperti bermain tebak manggis. Apakah para orang-orang yang terlibat penyalahgunaan Triliunan Rupiah dana BLBI dan Yayasan akan juga divonis sesuai hukum berlaku? Beberapa teman saya di luar negeri sangat sering menanyakan status mereka, khususnya "Pendekar Di Sarang Penyamun" Profesor Anwar Nasution yang sekarang justru pada posisi sebagai Ketua BPK.

BUkan hanya teman-teman dan profesor saya di US sana yang resah, saya sendiri sudah tidak sabar. Where all of these issues end up to. Kesaksian demi kesaksian silih berganti. Dari proses pengadilan terdakwa BLBI dan saksi yang membuat pernyataan dibawah sumpah menyatakan Sang Profesor menyuruh mereka menghancurkan dokumen terkait, Sang Profesor balas membantahnya (Pikiran Rakyat, 15/8/08, hal 2 dan koran2 lain).

JIka kasus yang melibatkan Anwar Nasution ini sebagai saksi menggulir ke arah yang dikhawatirkan banyak pihak, termasuk saya, yaitu menggiring beliau kepada kondisi carut marut birokrasi di zaman lalu yang nyaris tidak ada pejabat yang bisa benar-benar bersih karena sistem yang tidak mendukung, maka tentu tidak ajal lagi wajah bopeng negeri ini akan semakin hancur babak belur. Kemana muka kita mau disurukkan? Untuk sementara kita berandai Sang Profesor kita memang bersih dari kasus BLBI.

Menjadi pertanyaan kemudian, mengapa manusia Indonesia begitu mudahnya silau? SIlau akan harta, akan tahta dan jabatan yang terkadang jauh, jauh dari keahliannya sekalipun. Memang ada yang dekat atau sesuai dengan keahliannya, misalnya beberapa Profesor dari PTN terkenal dahulu dari UI kemudian ditarik ke pemerintahan SUharto untuk membangun ekonomi. That's fine, karena waktu itu masih sangat sedikit rakyat ini yang pintar. Tapi sekarang? Kondisinya jelas jauh berbeda. Triuliunan RUpiah juga sudah digelontorkan melalui hutang dan berbagai cara untuk menyekolahkan SDM di dalam dan luar negeri, khususnya dari birokrasi ke ratusan universitas di berbagai kota dunia. Mengapa kemudian sedikit sekali dari mereka yang diberdayakan dan di pakai pemerintah sendiri. Kebanyakan dari mereka malah enggan pulang atau pindah ke negara tetangga.

Sekali lagi, apakah karena materi, gengsi, atau memang cara untuk membina karir ke lebih tinggi dengan mudah daripada hanya seorang akademisi? APakah memang seorang politisi atau birokrat lebih mulia dipandang mata? Saya pernah berseloroh kepada seorang guru besar dari ITB almamater saya, agar beliau tidak ikut-ikutan latah melamar salah satu posisi Dirjen. PAda awalnya beliau "tersinggung", tetapi bulan lalu saya mendapat telepon. PRofesor ini sangat berterima kasih atas "sentilan" saya. Saya hanya jawab, bahwa pada waktu itu saya sebenarnya setengah guyon. Sungguh bahagia jika "sentilan" itu mengingatkan beliau.

Kejadian demi kejadian dilingkaran praktek KKN negeri ini sudah dapat dipastikan adalah siklus alami yang tak akan berhenti atau mampu dihentikan jika tidak ada keinginan serius pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. Berbagai "kejutan" akan terus terjadi. Namun saya setiap saat, setiap detik, setiap menit, setiap jam, dan setiap hari akan tetap "tidak dikagetkan" dengan berbagai kasus korupsi yang ternyata juga melibatkan orang-orang yang tergolong "mulia" dan terhormat, mulai dari akademisi, pengusaha terhormat, kepala sekolah, rektor, hingga pemuka agama sekalipun. Karena mengguritanya KKN yang telah berlangsung lama, dapat dipastikan telah merasuki berbagai sela kehidupan manusia Indonesia tanpa . Nyaris sulit mencari birokrat yang benar-benar bersih, sangat sulit, karena semuanya telah menikmati bertopeng kemunafikan.

Sungguh saya tidak pernah heran itu akan terus terjadi selagi tidak ada aksi konkrit yang mendasar. Berbagai nama yang pernah terhormat secara pelan dan pasti akan terbukti melakukan "abuse of power" untuk "sesuap berlian" dan sebuah "kursi". Tentu jika KPK memang punya determinasi dan tahan uji. Only time will tell!
-----------
TUlisan terkait:
  1. Jabatan Rangkap benarkah sebuah dilema?
  2. Dosen, Peneliti, dan Birokrat

Tuesday, July 15, 2008

Acungan Jempol Untuk PSB-Online.

Oleh : Eddy Satriya
(hanya untuk online publishing)

Keberhasilan di Republik ini memang sulit untuk didesiminasikan. Sebaliknya, permasalahan dalam berbagai bentuk telah menjelma menjadi momok menakutkan dan selalu diperbincangkan sehingga tanpa disadari secara mudah dikomunikasikan kepada setiap orang.

Kebebasan pers telah banyak dimanfaatkan, tetapi tidak untuk berita yang menyenangkan dan menghibur masyarakat yang sudah haus akan berita keberhasilan dan keteduhan.Karena itu jangan heran jika berita tentang aplikasi telematika di bidang pendidikan seperti Sistem Penerimaan SIswa Baru yang secara langsung, real-time, on-line disediakan oleh Depdiknas dan jajarannya ini, juga luput dari pemberitaan positif. Keberhasilan PSB-Online (kita singkat saja demikian) malah langsung tertelan berita negatif tentang mahalnya harga buku yang menjadi kepala berita di beberapa surat kabar hari ini (Kompas, 15/7/08).

Tdak bisa dimungkiri, Ditjen Dikmeneti dan Dikdasmen serta DInas Pendidikan DKI telah memberikan sumbangan yang besar terhadap majunya PSB yang beberapa waktu lalu masih manual. Berbagai proses yang berlandaskan transparansi, keadilan, dan pelayanan prima telah menggantikan proses PSB yang manual, bertele-tele, penuh resiko kesalahan kalkulasi dan pemeringkatan. SIngkat kata, selain tidak mengenakan biaya, PSB-Online secara nyata telah memberikan sumbangan yang sangat besar kepada orang tua murid dalam hal biaya dan efisiensi waktu. PSB-Online ini bisa dicermati di URL : http://dikmentidki.psb-online.or.id .

Bayangkan, hanya dengan mendatangi salah satu sekolah negeri penyelenggara terdekat orang tua atau siswa telah bisa mendaftar dengan praktis untuk memilih sekolah yang diinginkannya. Disesuaikan dengan jumlah nilai UAN yang diperoleh dan jarak tempuh dari rumah ke sekolah, siswa dan orang tua murid bisa membidik sekolah yang diinginkan. Pilihan juga diberikan lebih dari satu, yaitu lima pilihan yang memungkinkan siswa diterima di salah satu sekolah.

Pentahapan pun diberikan dua kali. Tahap I ditujukan untuk semua siswa dari kota bersangkutan dan 5% siswa dari luar kota. Sedangkan tahap II disediakan bagi siapa saja untuk kembali memilih 5 sekolah yang diinginkan jika tidak diterima pada tahap I.Informasi tentang sekolah dan berbagai informasi lain disediakan pula secara langsung di seluruh sekolah negeri (SMP/K maupun SMA/K) negeri dan juga online di website yang ditunjuk Depdiknas.Sungguh, sebagai orang tua kita dapat merasakan betapa kemajuan pesat telah berhasil di mulai dan diteruskan untuk sekolah tingkat SMP dan SMA.

Bukan hanya untuk Jakarta, PSB-Online juga telah dijalankan di kota PAdang, Yogya, Bojonegoro, TUban, dan Malang.Membiasakan untuk menyediakan sistem online bukanlah hal yang terlalu sulit. Asalkan pimpinan tertinggi daerah, apakah itu Gubernur, BUpati, atau Walikota, sudah memiliki keinginan untuk melaksanakan reformasi pelayanan publik, maka akan banyaklah sistem sejenis yang dapat di implementasikan. Jelas sistem online yang berdasarkan pemanfaatan aplikasi telematika ini bisa dan terus akan berkembang ke sektor-sektor lain.

Karena itu, sebelum berita sukses ini tenggelam oleh berita negatif lainnya disektor pendidikan seperti mahalnya harga buku, susahnya mendownload buku elektronik, atau berbagai iyuran yang menjerat orang tua, sudah selayaknya kita bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada para aparat Pemda terutama Dinas Pendidikan terkait di beberapa kota seperti diuraikan diatas.

Sekali lagi, acungan jempol pantas diberikan untuk PSB-Online ini, dan tentu besar harapan kita cara ini bisa ditularkan untuk Penerimaan Mahasiswa Baru yang juga setiap tahun membutuhkan kompilasi data dengan variabel yang lebih kompleks. Semoga Ditjen Dikti bisa belajar dari "adiknya" Ditjen Dikdasmen.

Semoga.