Tuesday, August 14, 2007

Reformasi (Birokrasi) Itu Mudah

Telah terbit dalam Kolom Warta Ekonomi Edisi 6 Agustus 2007

Proses refomasi birokrasi dianggap semakin kehilangan arah dan tidak terpadu sebagai kesatuan utuh program reformasi nasional guna menuju kondisi berbangsa yang lebih baik. Sementara itu berbagai publikasi dari PERC dan Transparansi Internasional menunjukkan semakin menurunnya daya saing nasional, yang menempatkan Indonesia dalam tier atau kelompok terbawah bersama negara berkembang dari Asia dan Afrika.

Berbagai kantor pemerintahan dan swasta boleh saja mengklaim bahwa mereka telah melakukan pembenahan organisasi dan tata kerja. Begitu pula, berbagai kampanye tentang pelaksanaan good government atau good corporate governance terus didengungkan. Namun kenyataan di lapangan dan laporan masyarakat menunjukkan fakta yang berlawanan. Pengurusan berbagai jasa publik seperti KTP, SIM, dan Surat-Surat lain, termasuk pembayaran beberapa jenis pajak, masih belum mengalami perbaikan substantif. Meski ada perbaikan dan kemajuan, kecepatannya masih kalah dengan proses pembusukan yang terjadi. Kondisi birokrasi yang agak menggembirakan justru diperlihatkan beberapa daerah yang beruntung memiliki pemimpin reformis seperti Kabupaten Sragen (Jateng) dan Jembrana (Bali).

Jika dibandingkan dengan negara maju ataupun dengan anggota ASEAN, maka berbagai data juga menunjukkan bahwa kita semakin tertinggal dalam proses perizinan dan kemudahan berinvestasi. Hengkangnya investor dan diputuskannya beberapa kontrak besar menjadi bukti yang semakin memperparah tingkat pengangguran.

Kondisi birokrasi memang harus segera diperbaiki. Urgensi perbaikan birokrasi ini telah ditegaskan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) yang mengungkapkan bahwa reformasi birokrasi masih jauh dari harapan karena belum adanya kesamaan persepsi (Tempo Interaktif, 12/3/07). Menpan baru-baru ini juga telah mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan aturan reformasi birokrasi, termasuk penggodokan RUU Administrasi Pemerintahan, Kepegawaian Negara, dan Pengawasan Nasional (Koran Tempo, 17/7/07).

Mestinya tidak perlu menunggu habisnya separuh waktu kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB). Seyogyanya reformasi birokrasi telah dilaksanakan menyusul selesainya Pendaftaran Ulang PNS pada tahun 2003 lalu. Memperhatikan situasi ini, diperkirakan reformasi birokrasi akan terkendala oleh waktu dan masa bakti kabinet, terlebih lagi jika mengingat kantor Menpan juga dititipi untuk mengurusi permasalahan lain seperti pemilihan anggota KPK dan penyusunan program investasi bersama BKPM.

***

Lalu apa yang mesti dilakukan saat ini? Melihat kompleksnya permasalahan, pelaksanaan reformasi birokrasi memaksa kita memilih strategi yang tepat. Mereformasi birokrasi juga berarti memutus lingkaran setan atau mata rantai KKN di birokrasi. Saya lebih memilih untuk meningkatkan kesejahteran PNS yang diiringi dengan sanksi tegas bagi pelanggar aturan. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

Pertama, peningkatan kesejahteraan melalui perbaikan struktur gaji. Langkah reformasi birokrasi yang diambil oleh Departemen Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 30/KMK.01/2007 yang berujung dengan perbaikan tunjangan pegawai, tentu perlu diacungi jempol. Namun langkah tersebut perlu segera disempurnakan. Mestinya gaji pokok yang dinaikkan, bukan tunjangan. Menaikkan tunjangan akan menaikkan gaya hidup pegawai dan kemudian membuat mereka terhenyak ketika pensiun, karena besarnya pensiun mengacu pada gaji pokok, bukan tunjangan. Kondisi ini justru bisa memicu pegawai untuk ber-KKN. Jika memungkinkan frekuensi pemberian gaji juga ditambah dan rasio gaji tertinggi dengan yang terendah diturunkan sebagaimana dilakukan Jepang. Sudah sepantasnya pula pemerintah memikirkan untuk memberikan gaji paling kurang 15 atau 16 kali yang sangat berguna ketika hari besar agama, hari masuk sekolah anak-anak dan cuti datang.

Kedua, penataan tugas pokok dan fungsi organisasi, sistem managemen kantor, Sumber Daya Manusia agar lebih efisien. Untuk langkah ini Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas kiranya dapat menjadi contoh. Diam-diam, semenjak bergulirnya reformasi Bappenas telah menata diri. Langkah awal yang dilakukan adalah ”menarik diri” dari proses pembahasan RAPBN di Ditjen Anggaran yang sarat dengan praktek KKN dan berkonsentrasi dalam aspek perencanaan. Peran Bappenas sekarang digantikan oleh DPR. Di samping itu Bappenas juga telah menghapuskan jabatan eselon IV yang diganti dengan pengembangan jabatan fungsional perencana (JFP) yang bisa memberikan tambahan penghasilan yang lebih baik melalui pelaksanaan berbagai kegiatan perencanaan secara lebih profesional. Langkah ini meniru organisasi serupa di beberapa negara maju seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat. Intinya adalah melegalkan penambahan kesejahteraan pegawai dan menghindari praktek-praktek yang selama ini dijalankan banyak departemen dengan menggunakan sumber dana diluar mekanisme APBN.

Ketiga, memanfaatkan teknologi secara tepat dalam pengelolaan anggaran dan pelayanan publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa budaya ”tatap muka” telah menjadi batu sandungan dalam perbaikan sistem pelayanan publik yang sarat KKN. Karena itu pemerintah sudah masanya memperbanyak penggunaan aplikasi-aplikasi elektronik yang dapat memutus mata rantai terjadinya praktik KKN. Sudah semestinya pemerintah SBY-JK mempercepat pelaksanaan e-Anggaran, yaitu pemanfaatan telematika dan data base informasi dalam proses usulan, analisis, pembahasan dan penetapan alokasi anggaran baik untuk APBN maupun APBD. Di samping mengurangi praktek KKN, pemanfaatan aplikasi telematika ini akan dapat merekam jejak langkah proses perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik sektoral maupun regional.
Disamping ketiga langkah di atas yang berfokus kepada peningkatan kesejahteraan pegawai dalam memenuhi kebutuhan hidup minimal dan pemanfaatan teknologi, beberapa lainnya yang perlu diambil pemerintah antara lain adalah: membatasi rangkap jabatan di pemerintahan; menyediakan nomor telepon layanan sebagai call-center atau alamat email untuk memberikan masukan ataupun pengaduan; dan memberikan sanksi tegas bagi pimpinan atau pegawai yang melanggar.

Pemilihan langkah untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan pegawai terlebih dahulu adalah untuk menangkal semakin besarnya kerugian negara akibat KKN. Pengalaman penulis menunjukkan bahwa pelaku KKN punya seribu satu cara untuk membobol seribu aturan yang ada. Mengingat reformasi birokrasi adalah subyek yang cukup kompleks, kelenturan dalam melaksanakan reformasi juga diperlukan. Menunggu untuk memulai reformasi birokrasi adalah kesalahan besar.

Sungguh, reformasi birokrasi itu sesungguhnya mudah. Masalahnya bukan bisa atau tidak, tetapi mau atau tidak kita memulainya.
________

*)Pemerhati Reformasi, PNS di Kantor Menko Perekonomian. Pendapat pribadi.
Dapat dihubungi di satriyaeddy@gmail.com

No comments: