Thursday, April 24, 2008

MASIH SEPUTAR KONTROVERSI MENARA TELEKOMUNIKASI

Meluruskan berita di DETIKINET dibawah guna menghindari kesimpangsiuran atau kontroversi yang tidak perlu, kami sampaikan tanggapan sebagai berikut:
  1. Permen Kominfo ttg Menara Telekomunikasi seperti tertuang dalam Permen No 2 tahun 2008 mempunyai salah satu tujuan untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan nasional mendapat pekerjaan konstruksi menara telekomunikasi. Hal tersebut bertujuan baik yang mencerminkan keberpihakan pemerintah ditengah gencarnya investasi asing di sektor telematika.
  2. Di sisi lain, sudah ada beberapa paket kebijakan ekonomi yang salah satunya adalah Peningkatan Ekspor, Peningkatan Investasi (PEPI) yang dijalankan oleh al: Depdag dan BKPM juga telah mengeluarkan beberapa PerPres (111 dan 77 /2007) terkait dengan daftar investasi yang tertutup dan terbuka bagi asing.
  3. Jika aturan dari kedua instansi ini ingin disandingkan dalam suasana ego sektoral masing-masing, maka akan sulit diperoleh titik temunya. Pengalaman menunjukkan demikian, karena masing-masing biasanya memiliki argmentasi yang sama-sama valid.
  4. Oleh karena itu, jika ingin dicari titik temu, maka alangkah baiknya kedua belah pihak bertemu secara resmi dalam suatu rapat instansi yang memang diadakan untuk mencari penyelesaian. Bukan melalui acara talk show atau sejenisnya, karena keterbatasan waktu dan bahan rapat akan sulit diperoleh hasil yang diinginkan. Hal ini sejalan dengan arahan Bapak Menko yang memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada instansi ybs untuk berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika di kemudian hari tidak diperoleh titik temu dimaksud, maka bisa saja rapat di angkat ke tingkat lebih tinggi untuk dikoordinasikan di Kantor Menko atau Rakortas, jika pandang perlu.

Demikian penjelasan kami semoga berguna dan dapat menenangkan beberapa pemberitaan yang beredar di berbagai media cetak atau elektronik. Berita terkait yang memuat pendapat saya sesuai wawancara wartawan Antara dapat dilihat disini : PENUTUPAN MENARA BAGI INVESTOR ASING PICU KETIDAKPASTIAN USAHA.

Sedangkan berita dari Bisnis Indonesia (28/4) dapat diklik disini.

Catatan: Kami kemaren memang di datangi dua wartawan pada sekitar pukul 14.30 WIB (Rabu/23 april), yaitu wartawan Antara (ROike SInaga) dan wartawan majalah trust (Qolby), bukan dari detikinet.

Wassalam,

Eddy Satriya
Selaku
Asdep Telematika dan Utilitas
Kantor Menko Bidang Perekonomian
================================
Kamis, 24/04/2008 17:08 WIB
'Aturan Menara Secara Hierarki Tidak Sah'
Achmad Rouzni Noor II -

detikinet

Jakarta - Menko Perekonomian baru mengetahui ada pasal pelarangan bisnis menara telekomunikasi bagi investor asing dalam Peraturan Menkominfo No.2/2008.Asdep Telematika dan Utilitas Deputi V Menko Perekonomian, Eddy Satriya, merasa tidak pernah berkoordinasi soal perumusan pelarangan itu dan menganggap masalah ini harus segera diluruskan sehingga tidak membuat bingung pelaku usaha."Kami tidak pernah merasa ada koordinasi soal pasal tersebut, tidak ada informasi," kata Eddy ketika ditemui wartawan di kantornya, Jakarta, Kamis (24/4/2008).Seharusnya, kata dia, untuk menutup sektor tertentu bagi asing harus terlebih dulu melakukan koordinasi dengan kantor Menko Perekonomian, Menteri Perdagangan dan pihak terkait seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).Kemudian, setiap sektor yang diatur untuk masuk atau keluar dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) harus melalui tim Peningkatan Ekspor Peningkatan Investasi (PEPI) di Depdag, untuk selanjutnya disetujui oleh Presiden dengan cara membuat Perpres yang baru.Menurut Eddy, Peraturan Menkominfo No. 2/2008 yang melarang asing untuk berbisnis di sektor penyediaan menara telekomunikasi juga dinilainya telah menyalahi Peraturan Presiden No. 111/2007."Jadi secara hierarki, Peraturan Menkominfo No. 2/2008 tidak sah. Namun bisa diberi tenggat waktu untuk mendudukkan kembali permasalahan yang dihadapi," ujarnya cepat.Eddy mengakui ada unsur positif memproteksi menara, namun tetap harus ada penetapan batasan di sektor mana yang tidak boleh dimasuki asing supaya tidak ada kebijakan yang saling berbenturan."Hal ini harus cepat diselesaikan supaya tidak menganggu jalannya industri telekomunikasi. Saya tidak tahu apakah masalah ini sudah berdampak pada layanan operator, karena saat ini sering komunikasi seluler yang saya alami kerap terputus," keluhnya.Menurut dia, masalah aturan menara tersebut sudah dipertanyakan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu saat Rapat Koordinasi Kabinet di Kantor Menkominfo baru-baru ini. Mendag juga sempat mengutarakan kepada Menkominfo agar aturan tersebut ditinjau ulang.Pro kontra soal kebijakan menara bersama? Diskusikan di detikINET Forum.( rou / ash )

Saturday, April 19, 2008

Merah, Kuning, HIjau : Itukah Buah Indonesia?



Tergelitik setelah beberapa tahun ini memperhatikan hidangan buah-buahan di berbagai hotel di Indonesia, dalam kesempatan ini saya ingin mengupas masalah hidangan buah-buahan di hotel berbintang. Nyaris di hampir seluruh hotel berbintang 4 ke atas, hidangan buah-buahan di dominasi oleh warna Merah (Semangka), Kuning (Nanas atau Pepaya) dan Hijau (Melon). Sangat sulit menemukan buah-buahan lain yang juga tumbuh dan dipanen hampir sepanjang tahun. Bisakah anda bayangkan lezatnya buah lain seperti sawo, markisa, pisang, mangga, sirsak, duku, srikaya, rambutan, hingga durian?

Memang terkadang kita bisa menemukan beberapa buah lain, tapi itu hanya di beberapa hotel tertentu yang memang sadar akan diversifikasi dan potensi buah-buahan yang kita miliki. Mungkin situasi ini bukan semata-mata oleh terbatasnya anggaran atau dana yang dialokasikan oleh manager, tapi menurut pengamatan saya lebih banyak karena budaya praktis. Lama-kelamaan kondisi yang menuntut kepraktisan ini berujung kepada budaya malas dan tidak kreatif, meski terkadang musim buah sudah berganti tidak terpikirkan lagi untuk menghidangkan buah yang sedang musim.

Sederhana memang, tetapi bukankah segala sesuatu dimulai dari hal yang sederhana? Menyedihkan lagi adalah kondisi dimana daerah tertentu memiliki buah lokal yang telah bertahun-tahun menjadi favorit. Masih ingatkah anda akan buah salak dari Padang Sidempuan (Sumut), Nanas dari Palembang dan SUbang, Jeruk dari Pontianak, Kesturi dari Kalimantan dan sekarang juga banyak strawberry dari Ciwidey, jika ingin menyebut beberapa jenis buah.

Lelah setelah seminggu melaksanakan perjalanan dinas yang berakhir di Bandung, telah memaksa saya untuk menginap satu malam di sebuah hotel ternama di kota kembang tersebut. Singkat cerita setelah selesai sarapan saya pun seperti biasa menutup menu saya dengan buah-buahan. Yang saya dapat, adalah tiga jenis buah seperti foto di atas. Semangka-Nenas-Melon. That's it.

Dengan sopan saya tanyakan kepada pelayan, apakah dia tahu dari mana nenas yang dihidangkan tersebut berasal. "Dari Lembang pak", jawabannya. Saya tidak percaya begitu saja, karena sejak lama saya mencurigai bahwa nenas Lembang dan Subang yang terkenal itu gak pernah dapat tempat di berbagai hotel di Bandung dan Jawa Barat, sehingga terpaksa dijual eceren di sepanjang jalan Cirendeu, Tangerang dan di jalan-jalan di daerah sekitar Lebak Bulus, Jakarta Selatan. "Tolong ditanyakan dan cek ke Chef-nya Mas, saya pengen tahu", pinta saya.

Tidak beberapa lama, ketika saya tengah menyeruput tetesan terakhir teh manis saya, pelayan tersebut kembali ke meja . "Pak, dari Palembang Pak" ujarnya yang saya sambut tanpa rasa kaget karena memang tidaklah mungkin nenas SUbang memiliki diameter sekitar hanya 8 cm. Yang saya tahu Nenas Subang yang paling kecil sekalipun memiliki diameter sekitar 12 -15 cm. Bahkan tidak jarang nenas subang berdiameter 20-25 cm per biji nya.

***
Pengabaian atau ignorance terhadap kondisi seperti buah nenas di atas ternyata memang semakin menggejala di masyarakat kita. Tidak perduli untuk hal yang sepele apalagi untuk hal yang lebih serius. Memang ada beberapa hotel tertentu yang cukup mengerti dan pandai memaninkan selera lokal atau ciri setempat. Beberapa hotel di Semarang, Yogya, dan Padang cukup mahir mempertahankan ciri khas makanan setempat. DIsana tersedia lumpia, gudeg, hingga bubur kampiun yang merupakan ciri khas setempat, Mereka memahami bahwa makanan dan minuman lokal memang akan bisa memberikan rasa kenangan yang lebih berarti. Tapi kembali lagi, jumlah mereka bisa dihitung jari.

"Local Taste" inilah yang selalu dipertahankan di beberapa hotel di berbagai kota di dunia. Termasuk di Asia Timur yang selalu menyediakan makanan khas mereka seperti Kimchi di Korea dan berbagai jenis makanan khas Jepang di berbagai hotel di setiap kota mereka, di samping menyediakan menu barat dan continental lainnya. Makanan lokal tetap disediakan, tanpa peduli apakah memang banyak pengunjung yang suka atau sempat menikmatinya.

Kembali ke nenas SUbang, saya merasa kondisi seperti ini jika dibiarkan berlarut-larut akan berakibat jelek terhadap petani dan ekonomi lokal. Bisa dibayangkan kalau DInas Pariwisata di daerah mengeluarkan anjuran atau himbauan (bukan paksaan atau kewajiban) yang disertai dengan contoh dan mutu yang bagus, niscaya pangsa pasar buah lokal seperti nenas SUbang tersebut akan lebih banyak terserap di kota Bandung dan kota-kota lain di Jawa Barat. KOndisi ini juga akan meringankan beban dan ongkos transportasi yang tidak perlu. Bisa dibayangkan betapa repot dan mahalnya ongkos transportasi yang harus dikeluarkan oleh pelaku bisnis jika hanya untuk nenas harus didatangkan jauh-jauh dari luar pulau. Memang sah-sah saja hotel tertentu memilih makanan atau buah dari luar pulau untuk membedakan pelayanan mereka. Tapi bukankah juga jauh lebih bijaksana jika menggunakan bahan lolal terlebih dulu dan menggunakan sumber lain sebagai tambahan atau alternatif saja.

Bijaksana? yah....inilah yang langka di negeri kita dewasa ini.

Merah-Kuning-Hijau...hanya itukan buah Indonesia?

(For Web Only)

Friday, April 11, 2008

Sekilas Laporan Hasil Rakor Bidang Perekonomian di Depkominfo

(Catatan: Laporan ini adalah versi pribadi, sebagai bentuk tanggung jawab kepada komunitas ICT di Indonesia. Laporan lengkap mestinya bisa didapat dari Depkominfo atau Humas Menko Bidang Perekonomian. Mudah2-an tidak melanggar UUITE)

Selengkapnya.....