Tuesday, May 04, 2010

Selular, Broadband, dan Ekonomi

Oleh: Eddy Satriya*)

Telah diterbitkan di Majalah Selular No. 122 Mei 2010

Sebuah fakta menarik diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, M. Hatta Rajasa, ketika menyampaikan Keynote Speech sekaligus membuka Seminar tentang “Broadband Economy” yang diselenggarakan Masyarakat Telematika (Mastel) di Jakarta pada 8 April 2010 yang lalu. Beliau mengutip angka yang mengungkapkan bahwa untuk wilayah DKI Jakarta penetrasi telepon telah mencapai 178 persen, yang diartikan bahwa sudah tersedia 178 sambungan telepon untuk setiap 100 penduduk. Dengan kata lain, hampir setiap orang di Jakarta untuk saat ini telah memiliki 2 pesawat telepon.

Angka ini sejalan dengan data terakhir yang menunjukkan bahwa secara nasional Indonesia saat ini sudah berada di atas rata-rata dunia untuk telepon seluler. Dengan jumlah total sekitar 170 juta pelanggan (belum dikurangi churn) saat ini Indonesia memiliki penetrasi sekitar 74 persen, melebihi rata-rata dunia dengan penetrasi 67 persen (ITU, 2009). Jika ditambah lagi dengan kapasitas telepon tetap terpasang dan pelanggan Blackberry, maka saat ini Indonesia telah memiliki sekitar 180 juta sambungan telepon. Suatu jumlah yang cukup besar untuk ukuran ekonomi negara berkembang.

Namun demikian, jumlah besar saja tidak akan memberi arti penting bagi suatu Negara jika tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal dan merata untuk pembangunan ekonomi.
Tidak bisa dimungkiri bahwa sektor Information and Communication Technology (ICT) telah menjadi pemicu perubahan tatanan ekonomi dunia modern dan globalisasi, yang mengaburkan berbagai batasan dan kekangan yang ada dalam hubungan antarbangsa, juga pola hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya dalam suatu negara. Khusus untuk Indonesia, saat ini ICT bisa dikatakan sebagai satu-satunya sektor di bawah kelompok infrastruktur ekonomi yang mampu memberikan pilihan layanan berkualitas, dan harga bervariasi yang relatif terjangkau konsumen.

Berbagai kemajuan yang telah diraih pada segmen seluler tersebut seyogyanya diikuti pula dengan berbagai layanan modern yang dapat mendorong sektor riil dan produktifitas. Peningkatan produktifitas melalui pemanfaatan infrastruktur informasi saat ini sudah menjadi alternatif yang dipilih berbagai Negara maju maupun Negara berkembang. Bukan hanya melalui penambahan kapasitas telepon seluler, tetapi juga dengan langsung menggelar jaringan fiber optik untuk melayani Internet berkecepatan tinggi (Broadband). Finlandia, Canada, dan beberapa Negara di semenanjung Balkan, telah menggeser penggerak roda ekonomi mereka dari ekonomi berbasis sumber daya kepada ekonomi berbasiskan ilmu pengetahuan (Knowledge Based Economy) yang didukung dengan infrastruktur dan aplikasi informasi. Demikian pula China dan India yang dalam beberapa tahun terakhir sangat gencar menambah kapasitas broadband mereka di sentra industri utama.

Broadband yang memberikan berbagai kemudahan berkomunikasi dan berselancar Internet memiliki dua sisi. Broadband sangat diharapkan dapat memacu produktifitas dan daya saing bangsa. Fasilitas Internet berkecepatan tinggi ini dapat diisi dengan berbagai aplikasi mulai dari e-government hingga e-commerce. Namun pada saat bersamaan juga berpotensi dan sudah terbukti dapat menimbulkan masalah yang tidak mudah dicari solusinya. Dampak teknologi ini tidak tanggung-tanggung. Ia bisa merambah berbagai sektor kehidupan, baik sosial, ekonomi, hingga politik. Berbagai kejahatan, kerah putih hingga terorisme, terbukti telah jauh-jauh hari memanfaatkan berbagai aplikasi yang awalnya disediakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia ini.

Karena itu, ketika pemerintah dan operator sedang bergiat menggelar jaringan broadband sebagai infrastruktur informasi, peran dunia usaha dalam menyiapkan aplikasi konten yang bermanfaat sangatlah vital. Selain itu, perlu juga dipersiapkan regulasi yang tepat sehingga mampu mendorong lahirnya berbagai content provider (CP) yang kreatif dan membawa muatan lokal. Dengan kata lain, pemerintah haruslah mampu secara jeli menempatkan peran dan tugas yang harus di embankan kepada regulator, operator, maupun CP. Di samping itu pemerintah harus terus menerus tanpa lelah melaksanakan sosialisasi yang tepat kepada masyarakat agar pemanfaatan ICT dapat efektif meningkatkan produktifitas dan daya saing nasional, bukan membiarkan rakyatnya tenggelam dalam kesia-siaan teknologi.

__________
Eddy Satriya, penulis ICT. Saat ini menjabat sebagai Asdep Telematika dan Utilitas, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pendapat pribadi.

3 comments:

Denni A Mulyawan said...

Nice writing, berguna untuk menambah wawasan. Terima kasih Pak Eddy.

E Satriya said...

Atur nuhun kang Denni. wassalam, Edd.

E Satriya said...

Sama2, alhamdulillah masih ada yang baca blog saya yang sudah lama gak saya update. senang bisa bermanfaat untuk anda mas Uii.