[Online edition!]
Kembali mengingat masa lalu bagi saya merupakan refleksi pemikiran yang mesti dilakukan secara berkala. Baik karena kebiasaan, ataupun bisa juga karena ada pemicunya.
Hari ini (Selasa 18 Nov 2008) bagi saya menjadi suatu hari yang cukup berat. Betapa tidak, di tengah mendung kelabu, terkadang rintik hujan juga menyertai, dan sesekali hujan deras juga mengguyur jalanan yang harus saya tempuh sendirian di mobil. Hanya iringan musik dari radio ataupun usb plug-in yang menghibur saya menyetir di tengah kemacetan ibukota. Kemana pun pergi, kepadatan lalu lintas menghadang.
Dalam suasana seperti itu saya mendapat "teguran" dari seorang pejabat di RI ini. Teguran itu cukup keras yang pada dasarnya mempertanyakan "mengapa saya mencantum kan nama satu PT di dalam undangan yang baru saja kami fax dan transmit ke berbagai pihak.
Terjebak dalam "kegilaan" lalu lintas di Jakarta, terus terang membuat saya tegang setelah menerima teguran itu. Pada saat itu saya anggap positif saja, dan saya mencoba dengan tenang menjelaskan via telepon. Seperti saya sampaikan tadi, kondisi lelah, capek, hujan, serta macet yang menumpuk menjadi satu berhasil mengalahkan nalar saya pada siang itu. Akhirnya saya menjawab :"Baik pak, akan kami ralat, dan kami fax kan segera kepada undangan lainnya!" jawab saya halus dan berusaha tenang. Namun terus terang saya agak gelisah, karena pejabat bersangkutan menyebutkan ia dapat telepon dari banyak orang. Kok kantor saya mencantumkan nama suatu PT dalam suatu undangan resmi?
Namun setelah agak tenang dan ketika saya memarkir kendaraan terlebih dahulu di tempat aman (tidak terlalu aman dan tenang juga karena ada petugas parkir mengusir saya), otak saya mulai berpikir agak jernih. Apa salahnya?
Kalau kenyataannya memang beberapa personil dari PT itu akan mempresentasikan draft hasil kajiannya? SAya sendiri akan menjadi pengantar dan sekaligus moderator guna mengundang komentar dan memandu diskusi. Tujuan meminta personil konsultan adalah memberikan kenyataan bahwa hasil kajian mereka memang sangat diperlukan, jika memang nanti reaksi peserta demikian. Atau sebaliknya, tidak penting. Bisa juga sekaligus memberikan feed back bahwa mereka berada dalam kondisi yang tidak bagus kinerjanya. Sekali lagi itu tentu akan tercermin dari tanggapan peserta.
Salahkah kalau kita membayar mereka dan meminta mereka untuk memaparkan? Ataukah apakah selalu benar jika pejabat yang membayar (maksudnya negara yang bayar lho) yang memaparkan untuk kondisi laporan yang belum final? Saya sendiri "binun" ketika teguran itu datang.
Terlepas dari itu semua, saya masih berbulat pendapat bahwa sudah waktunya kita menampilkan konsultan nasional kita apa adanya. Bukan sebaliknya, justru membatasi ruang gerak mereka. Dalam arti, jika kita benar-benar mau membina SDM kita menjadi lebih handal dalam berbagai sektor ekonomi maupun kehidupan nyata, maka sudah seharusnya kita mendorong konsultan nasional tampil kedepan di berbagai forum. Hanya karena saya cantumkan PT, apakah itu memang tidak patut. Tapi kalau saya ganti dengan "Prof X atau DR.X atau Mr. X, peneliti dari Universitas Anu..kok jadi boleh dan tidak masalah? Apalagi kalau akhir-akhir ini saya juga sering mendapat undangan atau datang ke rapat pembahasan suatu kajian atau diskusi dengan pembicara Mr.atau Mrs. Joe Cologne Yr (contoh) Chief Economist XXX Bank, France, UK, USA atau Prof. Sakukurata otakumati matakubuta dari Japan, malah disanjung-sanjung dan tidak pernah ada protes. Mengapa kalau saya mengundang dengan pembicara MR. X, dari PT.Y, Cimahi....saya dapat teguran itu?
Akh..pantasan saja bangsaku menjadi kuli saja di rumah sendiri. Bayangkan, apa yang bisa dikerjakan oleh Konsultan kita sekarang, jika semua kerjaan sudah di swakelola? Jika semua diskusi dan seminar di dominasi Prof Doktor dari Perguruan Tinggi/Universitas. Lalu anak-anak kita, anakmu, dan anak-anak mereka sendiri, kalau lulus mau kerja dimana? Sungguh saya sedih hari ini, tapi sementara belum berdaya.
Satu yang pasti, dulu ketika saya baru lulus dari perguruan tinggi, kerja dimana saja sebagai yunior engineer sudah menunggu dimana-mana. Sekarang? sampai botak juga kalau gak punya koneksi, maka lamaran hanya ada di tumpukan. memang peluang selalu ada. Tetapi, apakah konsultan lokal kita memang harus "dibunuh" atau "dimatikan"?
Mungkin ada rimbun daun dan semilir angin yang mau menjawab kegundahan saya ini. Adakah?
(Di dingin Sawangan, Selasa 18 Nov 2008)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment