Wednesday, November 05, 2008

Maka Nikmat Tuhannmu yang mana lagi yang kau dustakan?

Tidak seperti biasa. Rabu kemaren saya tidak membawa mobil ke bandara. Capek dan karena agak lama (3hari) menjadi tidak ekonomis. Maka sayapun memutuskan naik taksi saja dari rumah. Habis Rp 130 ribuan...buseet..ini juga gak ekonomis. Tapi lumayan tidak stress nyetir dan saya menikmati perjalanan, hingga sampai Batam. Di jemput dan langsung rapat serta meninjau lapangan yang didahului diskusi di lokasi proyek Egov Batam, di Batam Center. Transportasi di Batam gak ada masalah. Hingga kembali Sabtu pagi, mengingat libur, kami memutuskan naik taksi saja ke Bandara. Hanya Rp 100 ribu termasuk tips sudah. Untuk berdua terasa ekonomis dan pantas.

Hanya karena membiasakan batasan budget bekerja, sesampai di Jakarta saya pilih naik Damri saja ke Lebak Bulus, nanti bisa disambung taksi, atau juga bisa naik angkot 106. Toh hari Sabtu tidak terlalu macet. Mengapa Damri? kok gak taksi saja langsung ke BSD-Pamulang- dan sampai di rumah pondok cabe? Saya sebal, karena kalau taksi dan lewat belakang, harus nyogok ...gak banyak Rp 5000.0 baru bisa lewat. Kalau mobil pribadi saya pernah terabas saja dan bunyikan klakson mobil hingga Satpam nya pontang panting bercarut bungkang. "rasain lu" kata saya. Maka dengan Damri pun saya nyaman melanjutkan perjalanan, sambil tidur lagi dalam perjalanan. lebih nyaman.

Sampai lebak bulus karena ketiduran, saya terpaksa turun dalam terminal. gak sempat turun sebelum lebak bulus untuk ambil taksi. Menggeret koper..saya nemplok aja di angkot. Supirnya sewot karena ada koper kecil mengambil jatah seat orang lain. "Tenang bang, saya bayar untuk 2 orang, yang penting kau jalan dulu aja lah!" Angkot biru 106 pun meluncur, meliuk, menyeset (istilah di Pdk Cabe jika angkot harus menyalib mobil lain meski lebar jalan terbatas) dan menyalib dengan sangat manis mobil-mobil pribadi yang membuat pengemudinya menggerutu. Saya tertawa dan kesal. Tertawa bisa jalan cepat, kesal...akh ketika saya bayangin kalau yang disalib dan didesak angkot itu adalah mobil yang saya kendarai sehari-hari. Yang pasti, naik angkot asyiik punya. Bayar murah, kurang dari Rp 5000, tapi duluan sampai. Mobil pribadi selalu macet-macet-macet.

Menggeret koper ketika turun dari terminal Lbk Bulus...

Hati senang, sambil mendengar celotehan dua orang ibu muda yang menggunjingkan anak tetangga mereka yang keburu hamil. "pantesan ia jarang keluar sekarang ya, dan itu teteknya (maaf) dan pinggulnya kan tambah besar" demikian yang satu bicara. "Iya...kalau sekarang baru ia percaya, dari dulu saya ingatkan dianggap angin lalu. tapi kasian juga ibunya". Obrolan itu berlanjut makin seru ketika salah seorang ibu tadi mengingatkan anaknya agar tidak tertidur di angkot, karena kepala sianak "kejedut" cukup keras ke kaca belakang mobil. Ibu yang satu berbaju kaos merah melanjutkan omelannya. Kali ini ia mengomeli bosnya yang gak datag, sehingga si ibu yang kerjanya menjual nasi bungkus "mobile" di dalam terminal itu terpaksa uring2-an akhirnya pulang ke rumahnya di daerah pondok cabe. "Iya kalau gak dagang bos gua gak pernah ngomong" ketusnya.

Seketika pikiran saya buyar. Karena kemudian naik anak-anak sekolah di dekat sebuah pertigaan di jalan Cirendeu. Astaga...pas di depan saya duduk seorang anak SD berseragam biru dengan tulisan SD UIN. Anak pertama berambut panjang, begitu pula anak kedua. Anak kedua segera memegang tangan saya "Papa..lho kok.." katanya terbengong. Saya apalagi...., berkaca mata hitam dan bertopi, membuat tampang saya barangkali seperti "gali". Pelan anak pertama berbisik ke temannya itu, "Siapa Put?" begitu kira-kira pertanyaannya. "Ayahku" jawab Putty.

Anakku Putty (kiri) dan temannya, pas duduk tepat di depanku di atas angkot 106.

Sungguh nikmat TUhanmu yang mana lagi yang kau dustakan. Seketika saya sentuh muka anak saya dengan halus dan membenarkan jatuhnya rambut dimukanya yang penuh peluh sehabis ekskul Tennis Meja. Alhamdulillah ya Allah...memutuskan naik taksi, tidak membawa mobil sendiri kebandara, telah menggiring aku untuk naik Damri dan Angkot ketika pulang bertugas..dan Engkau giring kami ke pertemuan penuh makna hari ini. Meleset sedikit saja, ia sudah naik angkot lain, yang tidak memungkinkan saya bertemu anak kandung sendiri 20 menit lebih cepat. LAlu kami saling pandang dan ia penasaran bahwa barusan kirim sms kok gak dibalas. Terlihat gigi anakku yang mestinya sudah copot karena goyang, ternyata masih menggantung. "Nanti papa copot ya sampai di rumah!"

Alhamdulillah..."Maka Nikmat Tuhannmu yang mana lagi yang kau dustakan?"

2 comments:

Anonymous said...

Allah memberi kita nikmat di setiap tempat, tapi kita sering tak peduli dan menganggapnya seperti angin lau. Padahal angin lalu itupun juga sebuah nikmat. Semoga kita selalu ingat kepadaNYA, sehingga DIA tak harus memberi kita "peringatan".

E Satriya said...

tks bu/p Musida?