Entah bagaimana harus menyikapi terbukanya berita telah dinikahinya seorang gadis cilik berumur 12 tahun oleh seorang Syech. Syech Puji menikahi Ulfa di Kabupaten Semarang. LAlu menjadikan isteri mudanya ini (maksudnya berusia muda) sebagai General Manager sebuah perusahaannya.
Tersebarnya berita pernikahan dua anak manusia berlawanan jenis ini sebetulnya adalah hal yang biasa saja. Namun menjadi tidak biasa ketika berita itu tersebar dengan cepat di media cetak dan elektronik yang menggarap isu umur si penganten wanita. Berbagai pro dan kontra (lebih banyak kontra menurut pengamatan saya) terjadi, diulang-ulang, di dramatisir, dan mungkin juga bisa dilebih-lebihkan ke berbagai urusan lain.
Berkembangnya isu ini telah membawa Seto Mulyadi, seorang Ketua Komnas ANak, untuk IKUT CAMPUR dalam persoalan ini. Seto ikut campur sebagai Ketua organisasi yang merasa berkewajiban pula "membereskan" permasalahan ini. Tapi apa mungkin dan apanya yang harus ia "bereskan", dan bagaimana membereskannya, jelas bukan persoalan yang gampang.
Yang kita tahu, menurut pemberitaan, kemudian Syech Puji berjanji akan mengembalikan saja Ulfa ke orang tuanya. Hah? SAmpai disini tentu kita terperangah. Se simple itukah kita menyelesaikan masalah yang menyangkut harga diri, perasaan, dan jiwa manusia? Semudah itukah caranya. APakah SAng ANak itu bisa dianggap sebagai komoditi yang karena ditolak masyarakat bisa dikembalikan begitu mudah ke orang tuanya.
SAya menjadi semakin bertanya-tanya. Bukankah kasus seperti ini sangat banyak terjadi di tanah air. Banyak, namun karena budaya lokal tidak mempermasalahkannya hal tersebut tidak menjadi pemberitaan yang gencar. Seiring berjalnnya waktu, sang anak yang memang sekarang usia 12 tahun bisa saja sudah mendapat haid pertamanya, menjadi peristiwa yang biasa. Paling tidak untuk kelompok masyarakat tertentu di negara kita.
Menjadi pertanyaan, efektifkah KOmnas ANak melibatkan diri dalam kasus seperti ini? Apakah tidak memperburuk masalah? Jika bermanfaat, maka manfaat seperti apakah yang akan diperoeh Sang Syech, Ulfa dan masyarakat banyak?
Waktu akan berbicara dan membuktikannya. Bagi saya, satu yang pasti. JIka keterlibatan kita dalam suatu persoalan justru diperkirakan akan memperkeruh masalah, maka pepatah bijak menganjurkan kita untuk memperhatikan dan mengawas saja terlebih dahulu. SUngguh tak terbayangkan sakitnya hati orang tua Ulfa atau bagi Ulfa sendiri jika dikembalikan keorang tua dalam kondisi sudah tidak perawan dan berbagai permasalahan dan trauma pemberitaan yang tidak mudah dihadapi mereka.
Terkadang kita memang harus bertanya lagi ke diri sendiri..."Untuk apa kudisini?"...ah itu kan sepenggal lirik lagu dari kelompok NAIF. Tapi memang terkadang kita naif.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
jika dibatalkan kasihan juga tuh si ulfa, sudah tidak perawan lagi, masa depan suram, diolok teman, tetangga.
bagi Puji sih ok ok aja, sudah menikmati si ulfa...hehehe.
zaman nenek moyang mu nikah umur 12 th itu mah udah biasa, termasuk juga di barat sana.
kenapa di ributin?
biarin aja kenapa sih, kok ngrecoki
RT orang lain, ngurus diri sendiri aja belum tentu bisa.
Post a Comment