Monday, February 09, 2009

Haruskah kita bercuriga setelah membantu orang?

Setelah selesai shalat magrib di mushalla lantai 1, di pusat perbelanjaan (kayaknya gak tepat deh) fx di bilangan Senayan Area kemaren (24jan), saya bergegas kembali mau mengambil sepatu. Saya kadang-kadang mmg tidak bisa khusyu shalat atau segera setelah shalat kembali buru-buru jika tidak ada tempat penitipan sepatu atau sandal. Bukan apa-apa. Dulu pernah nyeker setelah pulang dari mesjid karena sandalnya "tertukar" orang. Mau ngambil sembarang sandal, pasti juga nyusahin orang lain.

Kebetulan sepatu saya itu termasuk yang paling awet. Mungkin memang karena bahan kulitnya bagus. Atau juga mungkin tinggal satu-satunya "harta karun" saya yang mengingatkan saya dulu pernah sampai menemani seorang teman Indonesia yang ngotot minta di antar berburu barang-barang hingga ke pusat perbelanjaan Hariman di pinggiran kota NY. Di musim dingin lagi. Mungkin juga karena saya meninggalkan anak saya bermain di lantai atas.

Yang pasti ketika saya ambil sepatu itu dari bawah bangku kayu saya liat agak basah oleh cairan berwarna coklat. Ketika itu pula seorang pria sambil kesel berlalu dan membuang eskrimnya yang berwarna coklat dan pink ke tempat sampah sambil mengomel kepada seorang pria lain yang duduk memasang jaket anaknya. Rupanya pria pertama kesal, karena anak kecil itu telah menjatuhkan eskrimnya yang "ditarok" di pojok bangku, persis di atas sepatu saya. Untung sepatu saya tidak "terbanjur" oleh eskrim yang tumpah itu. Hanya kecipratan.

"Salah sendiri!" pria kedua juga ikutan ngomel dan seperti bercerita kepada saya "Masak mas narok eskrim di pinggir bangku, jadinya kesenggol anak saya"
" Iya ya pak, mestinya titipin saudara yang tidak shalat atau habisin dulu ya" saya menjawab "salam dia".

Memang logikanya demikian. Tidak salah rasanya kalau saya bersimpati sama bapak yang kedua, yang baru saja kena omel. Kasian juga saya melihatnya, sementara sang anak hanya terdiam.

Sambil beriringan di lorong di lantai 1 fx plaza itu kami keluar kembali kearah mall. Pria tersebut mengakrabkan diri dengan saya dan ia menjulurkan tangannya untuk bersalaman. "Dengan pak siapa?", tanyanya.
"Oh saya Eddy pak".
"Begini pak..saya tadi sial dua kali neh"
"Ada apa pak" tanya saya penasaran. Ia pun bercerita meski buru-buru sambil jalan bahwa ia tadi apes karena gak sengaja menyerempet orang hingga orang itu masuk got.
"Bapak naik motor?" tanya saya.
"Ya pak"
"Lha motor sama motor serempetan, kan sudahbiasa pak..mestinya damai ajah" lanjut saya.
"BUkan pak, ia menyeberang jalan tiba-tiba. sampai saya dikerubut banyak tukang ojek, padahal saya mau ke depdiknas ada janji" jawabnnya sambil menunjuk ke balik gedung dimana berkantor megah gedung Depdiknas.
"Duh untung bapak udah beres ya sekarang" jawab saya sambil berlalu karena teringat anak saya masih dititipin main di lantai 7 sama si Mbak. Sementara Mamanya masih nungguin kakaknya di depan melihat band yang lagi manggung.

Tiba-tiba si bapak dengan anak satu ini seperti berbisik mau minta tolong.
"Pak duh..gak enak neh..., uang saya tinggal dua rebu di dompet"
Saya paham maksudnya dan cepat tanggap.
"Ya anak saya belum makan nih mau pulang segera" ujarnya lagi.
Dengan sigap saya merogoh kantong depan celana sebelah kiri. SAya segera berikan selembar uang yang saya anggap bisa menolong mereka untuk makan sekedarnya sebelum pulang.
"Duh..terima kasih pak Eddy, merepotkan jadinya" tungkasnya.
"Ga papa pak" jawan saya sambil berlalu dan memang saya ikhlas kok pikir saya. (mudah2 an tidak ria menceritakan ini).

"Tapi pak, kalau bisa tolong bantu saya sekian, takut kurang" katanya lagi. Tapi saya pikir uang yang saya berikan udah lumayan cukup untuk sekedar makan.
"PAk kalau takut kurang makannya diluar." jawab saya spontan dan agak memantapkan diri. Pikir saya pasti ada bakso atau mi ayam yang harganya jauh lebih murah jika dibanding dngan harga makanan di food court fx yang memang tergolong mahal. jadi ingat isterinya complain ttg mahalnya harga makanan di mall itu.

SAya mantapkan tidak menambahkan uang lagi kepada si Bapak dan Anak yang habis kena musibah itu secara beruntun. Kena dijalan, menyenggol pejalan kaki. Juga kena omel di mushalla karena anaknya menyenggol eskrim orang lain.

SAmbil berjalan menuju tempat anak saya bermain, saya sempat berpikir. Kenapa orang gak habisin dulu eskrimnya ya, baru shalat. Dan menyimpannya di bangku?
Kenapa pula pria bersama anaknya tadi cerita ttg musibah pertama, lalu minta tolong diberi uang. Meski gak memaksa kok dia minta uang lagi dan memaksa ingin makan di food court?
Ngapain dia dihari libur mau ke Depdiknas, ada janji katanya?
Ah..sekilas secara refleks saya bergumam, apakah ini suatu skenario?
Cepat-cepat saya lupakan ketika itu, karena saya juga ikhlas membantu tadi.

Kalau kejadian tsb benar sebuah skenario, nyantolin kunci motor di saku, membawa anak, membeli eskrim dst..ini adalah pertanda sudah semakin susahnya orang mencari lapangan pekerjaan. Saya jadi ingat juga pengumum di Bali Deli sebelumnya, dimana mereka terpaksa menutup usahanya di fx karena returnnya tidak sebanding dengan "one that we've expeced" sebagaimana tertera dalam selebaran penutupan Bali Deli tersebut per 15 Feb 09.

(sekedar berbagi pengalaman, jika anda mengalami hal yang sejenis, maka anda tentu sudah bisa menempatkan diri...)

Wassalam-Edd
(Diterbitkan awalnya sebagai Notes di Facebook. 26jan09)

No comments: