Monday, May 31, 2004

Divestasi Indosat: "Gurame Kuah Asam Manis!"

Oleh: Eddy Satriya*)
satriyaeddy@yahoo.com

Telah diterbitkan oleh Harian Umum Pelita tanggal 19 Maret 2003




Gurame kuah asam manis merupakan menu yang paling saya sukai disebuah rumah makan tradisional di jalan Gondang Dia, Jakarta Pusat. Memilih menu terkadang membutuhkan proses pengambilan keputusan yang tidak gampang, apalagi jika kita dalam posisi mengajak rekan bisnis atau kerabat untuk suatu jamuan makan. Pekerjaan ini kelihatannya sederhana namun membutuhkan konsistensi dan pengalaman. Sasarannya jelas, tuan rumah harus puas dengan menu yang pas rasa dan harganya. Disisi lain, para undangan tentu saja diharapkan puas menikmati santapan yang biasanya terbaca pada raut wajah mereka ketika akan pamit pulang.

Proses divestasi saham PT. Indosat juga bisa diibaratkan dengan menentukan menu yang hendak disajikan untuk para undangan dalam suatu jamuan. Tulisan ini mencoba menarik pelajaran dari pelaksanaan divestasi Indosat yang ditinjau dari sisi koordinasi perencanaan restrukturisasi suatu sektor dan implementasinya dilapangan.

Sebenarnya divestasi Indosat hanyalah salah satu konsekuensi dari agenda reformasi telekomunikasi yang meliputi restrukturisasi kerangka hukum, restrukturisasi industri dan liberalisasi lingkungan usaha di bidang telekomunikasi. Reformasi telekomunikasi telah jauh-jauh hari disiapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. 72 Tahun 1999 tentang Buku Cetak Biru Kebijakan Pemerintah tentang Telekomunikasi.
Pelaksanaan reformasi telekomunikasi sebagai bagian dari program reformasi nasional telah dilengkapi pula dengan terbitnya UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang telah berlaku efektif sejak September 2000.

Sasaran reformasi telekomunikasi sesuai Buku Cetak Biru dan UU Telekomunikasi adalah untuk meningkatkan kinerja sektor, melaksanakan transformasi struktur industri dari monopoli menjadi industri yang pro kompetisi, memfasilitasi pembukaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, mendapatkan tambahan dana untuk pembangunan nasional melalui privatisasi, meningkatkan kerjasama dengan swasta lokal maupun asing, menyediakan dan memperbanyak akses publik terhadap jaringan telekomunikasi, serta meningkatkan transparansi dalam regulasi guna mengembalikan kepercayaan investor.

Dalam implementasinya, proses reformasi telekomunikasi mengalami berbagai perubahan yang sangat cepat seiring pesatnya perkembangan teknologi telematika yang merupakan konvergensi dari telekomunikasi, teknologi informasi, multimedia dan penyiaran. Dinamisnya sektor ini telah membawa pemerintah untuk melaksanakan terminasi dini hak-hak ekslusivitas pembangunan dan penyelenggaraan prasarana telekomunikasi yang telah diberikan kepada PT. Telkom dan PT. Indosat. Masih banyak perkembangan lain di industri telekomunikasi yang juga memerlukan beberapa perangkat peraturan pelaksana UU Telekomunikasi yang mampu menuntun kepada kompetisi, antara lain aturan interkoneksi, kewajiban pelayanan universal dan penentuan besarnya kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah akibat terminasi dini sendiri.
Pada kondisi yang sangat dinamis seperti ini, pelaksanaan reformasi telekomunikasi beralih kendali dari Departemen Perhubungan ke Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Melalui Surat Keputusan Menko Perekonomian No Kep-03/M.EKON/01/2002 tertanggal 21 Januari 2002 telah dibentuk Tim Terpadu Restrukturisasi Sektor Telekomunikasi (TTRST) yang beranggotakan pejabat dari berbagai instansi terkait dan berperan untuk menentukan langkah dan pemilihan berbagai opsi restrukturisasi. Tim TRST ini mengatur banyak hal yang menjadi bagian restrukturisasi telekomunikasi, termasuk privatisasi Indosat.

Selanjutnya privatisasi Indosat memasuki tahap paling krusial disaat akan dijualnya sebahagian saham pemerintah. Dalam tahap ini, giliran Kantor Meneg BUMN yang mengambil alih peran utama dan melanjutkan kebijakan restrukturisasi. Kantor ini pulalah yang melaksanakan penjualan saham pemerintah di PT. Indosat dari awal proses divestasi hingga dipastikannya STT Singapore melalui Indonesia Communication Limited (ICL) menjadi pemenang tender penjualan saham tersebut. Tidak diketahui dengan pasti apakah dibentuk tim lintas sektor. Namun hasil kebijakan privatisasi Indosat telah menjadi pengetahuan umum dan hingga saat ini masih menjadi ajang pro dan kontra pendapat dari berbagai lapisan masyarakat. Walaupun ada pengamat ekonomi dari UI mendukung proses divestasi ini dengan alasan perbaikan mutu layanan, namun hampir sebagian besar masyarakat menentang terjualnya saham pemerintah Indonesia kepada pihak STT yang mayoritas sahamnya, ironisnya, juga dimiliki oleh pemerintah Singapura. Perbaikan mutu layanan diperkirakan sulit tercapai karena “Indosat baru” memang tidak melirik kompetisi pelayanan telepon tetap.

Lalu apa dan dimana sebenarnya masalahnya? Bukankan Departemen Perhubungan telah memulainya dengan Cetak Biru yang sudah bagus dan telah menggariskan reformasi telekomunikasi secara terarah? Kemudian dilanjutkan dengan Kantor Menko Perekonomian dengan Tim Restrukturisasi yang tidak kalah bergengsi. Terakhir, proses divestasi Indosat difinalisasi dari Kantor Meneg BUMN yang kelihatannya sarat dengan staf berpengalaman di bidang privatisasi dan transfer aset. Dimana salahnya sehingga akhir tahun 2002 yang seharusnya dinikmati masyarakat Indonesia secara khidmat untuk mengevaluasi dan menyusun berbagai kebijakan agar bisa segera keluar dari krisis ekonomi, menjadi akhir tahun yang “ribet” dengan masalah divestasi Indosat yang ketiga agreement nya (shareholders, share purchase dan escrow) ditandatangani tidak pada hari kerja yaitu Minggu, 15 Desember 2002?

Tidaklah terlalu sulit untuk mencari jawabannya. Semua pihak, Departemen Perhubungan, Kantor Menko Perekonomian dan Kantor Meneg BUMN, tentu saja berhak mengklaim bahwa mereka telah berkerja secara maksimal. Sementara keutuhan benang merah reformasi telekomunikasi adalah masalah lain, dan tidak menjadi prioritas asal target instansi masing-masing tercapai.

Ini memang kembali menjadi penomena di era reformasi. Koordinasi semakin menjadi barang langka, disamping jam terbang dalam jabatan birokrasi tidak terlalu dihiraukan. Khusus untuk divestasi Indosat, maka jika kita buka kembali berbagai berita diawal tahun 2001, akan terlihat bahwa PT. Telkom pernah menawarkan untuk membeli saham pemerintah yang ada di PT.Indosat. Hal ini bahkan telah disampaikan dalam beberapa pertemuan dengan komisi IV DPR (Kompas, 25/1/01). Tujuannya adalah menjadikan PT. Telkom sebagai “national champion” dalam industri telekomunikasi Indonesia sebagaimana halnya Korea Telecomm (KT) di Korea Selatan. Sasarannya jelas agar struktur kepemilikan berbagai perusahaan negara tetap dapat dipertahankan dari serbuan perusahaan asing. Tidak seperti kegagalan privatisasi di berbagai negara maju seperti Inggris yang mengalami Wimbledon Effect, yaitu masuknya dominasi asing dalam berbagai perusahaan penyedia jasa publik seperti kelistrikan dan air bersih pada kurun waktu 1979 hingga 1997. Persis sama dengan di dominasinya piala turnamen tenis Wimbledon yang paling bergengsi di dunia tersebut oleh pemain non Inggris (Kagami dan Tsuji, 1999). Bagaimana dan kemana hilangnya berbagai opsi restrukturisasi telekomunikasi seperti pilihan untuk membentuk “national champion” dan lain-lain? Tentulah sulit untuk mencari jawabannya, dan memang sudah terlambat.

Jadi jika diibaratkan dengan memilih suatu menu masakan seperti diuraikan diawal tulisan ini, maka jawabannya ada pada kegagalan kita secara konsisten dalam menyiapkan menu gurame kuah asam manis yang telah diputuskan untuk disajikan. Departemen Perhubungan telah menyediakan ikan gurame dan menentukan menunya, namun instansi berikut mengolah bumbunya bukan untuk kuah asam manis melainkan bumbu untuk sup ikan patin. Sedangkan pada tahap akhir, instansi yang berwenang memutuskan tidak berselera untuk menyajikan gurame kuah asam manis, tapi memperlakukannya sebagai ikan Louhan yang lebih berharga jika dijual hidup-hidup. Alhasil, menu gurame kuah asam manis yang dipilih dari awal hanya menyisakan “asemnya“ untuk rakyat Indonesia, gurame dan kuah manisnya dinikmati oleh Singapura. Ini jelas menjadi pekerjaan rumah pemerintahan baru di masa mendatang, karena divestasi Indosat hanyalah sebutir dari sekian banyak permasalahan dan tantangan di sektor telekomunikasi khususnya dan dalam pengelolaan BUMN pada umumnya.
________

*) Penulis adalah PNS biasa, tinggal di Sawangan-Depok

No comments: