Oleh : EDDY SATRIYA
Seperti telah dilansir beberapa media, jika tidak ada aral melintang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan meresmikan pencanangan Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional atau DTIKN di Istana Bogor pada Senin 13 November 2006. DTIKN merupakan kelompok kerja yang dibentuk untuk mendorong percepatan pengembangan Information and Communication Technology (ICT) di Indonesia.
Diarahkan langsung oleh Presiden, diketuai oleh Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo) serta beranggotakan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan pakar di bidang ICT, DTIKN sangat ditunggu masyarakat ICT Indonesia untuk secepatnya berkiprah dalam menyediakan jasa ICT yang andal, mudah diakses, dan terjangkau.
Meski sudah gencar mengembangkan ICT nasional sejak sebelum krisis keuangan tahun 1997, pembangunan ICT dirasakan masih tertinggal dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya, seperti Thailand, Malaysia, Singapura, bahkan Vietnam. Infrastruktur yang terbatas, kebijakan dan regulasi yang belum pas, tarif yang relatif mahal, serta belum dirangkulnya pekerja ICT profesional independen telah melemahkan berbagai program utama pemerintah selama ini.
Alhasil, manfaat ICT untuk masyarakat luas dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (good governance practices) masih terkendala. Berbagai program utama, seperti pengembangan e-Government, e- Business, e-Procurement, penyusunan regulasi baru, dan Single Identification Number, dinilai belum memberikan hasil maksimal. Rencana tindak lintas sektoral yang menjadi lampiran Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 juga tak jelas implementasinya.
Sejarah pengembangan ICT nasional telah mencatat lima masa kepresidenan yang berbeda dengan tiga keputusan presiden (Keppres), satu inpres, dan enam kementerian sebagai pelaksana harian. Singkatnya, ketidakberhasilan dalam sinkronisasi dan koordinasi ICT selama ini mendorong pemerintah untuk mewujudkan DTIKN yang sangat diharapkan dapat menaikkan daya saing bangsa melalui pemanfaatan ICT.
Tingginya dinamika politik, transisi otonomi, serta tantangan globalisasi yang makin kuat membuat pekerjaan DTIKN menjadi tidak mudah. Di samping berbagai permasalahan generik yang biasanya mengiringi organisasi baru lintas sektor, berikut ini adalah beberapa faktor dan tantangan utama yang seyogianya diperhatikan dalam menakhodai DTIKN mencapai tujuan dan tugas pokoknya.
Pertama, menentukan rencana pengembangan yang didasarkan kepada kebutuhan, kondisi infrastruktur, dan aplikasi yang sudah berhasil dibangun hingga saat ini. Dengan kata lain, penyusunan kebijakan dan regulasi baru hendaklah memanfaatkan sebesar-besarnya kinerja yang sudah dicapai, baik oleh pemerintah maupun swasta, sehingga terhindar dari kemubaziran. Dengan demikian, diharapkan DTIKN bisa mengoptimalkan perencanaan sesuai tingkatan ICT yang telah dicapai di semua sektor untuk mewujudkan masyarakat baru Indonesia berbasiskan ilmu pengetahuan (knowledge based society/economy).
Kedua, direkrutnya beberapa mantan manajer dan profesional ICT dari berbagai posisi berbeda saat ini yang harus bekerja sama lintas sektor dengan birokrasi di era pemerintahan SBY-JK akan merupakan sebuah tantangan koordinasi yang unik.
Ketiga, kuatnya desakan dan "gempuran" berbagai perusahaan multinasional, baik untuk perangkat keras maupun perangkat lunak, dalam upaya meletakkan platform bisnis serta dominasi mereka di pasar Indonesia hendaklah dihadapi dengan kepala dingin. Pemilihan teknologi sebaiknya tetap netral sehingga terhindar dari kondisi locked-in yang dapat menjerat di kemudian hari. Trade-off tidak perlu malu-malu dilakukan dalam berbagai negosiasi mengingat negara kita memang masih tergolong negara miskin. Perlu diingat, dari pengamatan selama ini terlihat beberapa vendor berusaha masuk dari berbagai pintu dan mengerti betul bagaimana memanfaatkan lemahnya birokrasi pemerintah di semua lini.
Keempat, perlunya apresiasi dan memberikan tempat lebih pantas bagi terobosan yang dilakukan berbagai pihak, baik individu, komunitas/kelompok, dan asosiasi. Hal ini kritikal karena diperlukan untuk mendorong pengembangan industri dan kreasi sumber daya manusia dalam melakukan inovasi teknologi. Jika perlu kemajuan tersebut diselaraskan dengan memperbarui regulasi yang sering tertinggal kemajuan teknologi. Bukan seperti yang kita saksikan selama ini, pemerintah dan regulator justru melarang dan menyatakan berbagai inovasi yang memudahkan masyarakat itu sebagai "barang haram."
Dan, kelima, keberhasilan DTIKN sangat mudah diukur dengan berbagai indikator baku ICT. Karena itu, menjadi sangat penting memprioritaskan beberapa program saja dengan manfaat yang dapat dirasakan secara cepat dan luas oleh masyarakat. Pemilihan program unggulan untuk jangka pendek itu harus dilanjutkan dengan program jangka panjang yang sesuai.
Memang, harapan dan kecemasan masyarakat ICT semakin tinggi menyambut DTIKN. Ucapan selamat layak diberikan kepada Depkominfo sebagai departemen baru yang jadi motor utama. Memang sudah waktunya semua pihak bahu-membahu memajukan ICT nasional. Semoga DTIKN mampu menggantikan Tim Koordinasi Telematika Indonesia atau TKTI yang selama ini jadi teka teki.
Eddy Satriya, Senior Infrastructure Economist, Pernah Menjadi Anggota Sekretariat TKTI. Sekarang Bekerja di Kantor Menko Bidang Perekonomian dan Dapat Dihubungi Melalui E-mail satriyaeddy@yahoo.com
No comments:
Post a Comment