Monday, March 26, 2007

Tukul, DPR, dan "Laptop Mania"

Harian Kompas 26 Maret 2007
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0703/26/iptek/3410764.htm


Akhirnya, salah satu aplikasi telematika, yaitu rencana pengadaan dan pemanfaatan laptop untuk anggota DPR, berhasil juga menjadi topik diskusi di berbagai lapisan masyarakat. Sayangnya diskusi yang bergulir bernada miring dan sinis. Tidak kurang dari pengamat politik Arbi Sanit dan rekan saya pengamat telematika Roy Suryo menyiratkan bahwa belum saatnya (semua) anggota DPR memiliki laptop (Kompas, 24/3).

Munculnya tanggapan sinis tersebut kelihatannya disebabkan oleh belum pahamnya sebagian masyarakat akan manfaat alat ini, di samping mahalnya harga per unit yang mencapai Rp 21 juta seperti direncanakan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. Lalu, tentu menjadi pertanyaan, apakah laptop memang bermanfaat untuk anggota Dewan?

Jika seorang pelawak Tukul Arwana saja bisa mengoptimalkan nilai tambah laptop sehingga secara menakjubkan menjadi presenter top, mengapa kita justru membatasi penggunaannya? Mengapa harus apriori atau ada diskriminasi?

Laptop juga sudah digunakan para eksekutif di berbagai tingkatan birokrasi, termasuk di daerah. Janggal rasanya jika kita memprotes anggota DPR, sementara dalam sepuluh tahun terakhir miliaran rupiah, bahkan secara agregat mencapai triliunan rupiah, telah dibelanjakan untuk membeli laptop di seluruh instansi pemerintah dengan harga yang tidak jauh beda dengan patokan BURT DPR.

Apalah artinya uang Rp 12 miliar dibandingkan dengan berbagai pengeluaran lain seperti pembelian mobil-mobil ber-cc besar untuk aparat yang semakin memboroskan energi? Kurang tepat pula rasanya mengaitkan biaya pengadaan laptop untuk membangun sekolah yang sudah punya anggaran yang masih berlebih di Depdiknas.

Harga laptop bervariasi, sekitar Rp 2,5-Rp 25 juta per unitnya, tergantung fasilitas dan teknologi yang digunakan. Panitia lelang DPR bisa saja memilih berbagai kombinasi fasilitas dan sistem yang digunakan untuk mendapatkan harga optimal pada kisaran Rp 15 juta yang bisa dicapai lebih dari tiga merek yang ada saat ini.

Dengan demikian, harga Rp 21 juta per unit yang dijadikan pagu oleh BURT DPR tidak perlu dipermasalahkan atau dikhawatirkan akan mengarah kepada praktik kolusi dan antikompetisi yang melanggar Keppres 80/2003 (Koran Tempo, 24/3). Jika lelang bisa berlangsung dengan baik, bukan tidak mungkin akan terjadi penghematan yang cukup signifikan.

Memang, mungkin saja tidak semua anggota Dewan mampu menggunakan laptop saat ini. Namun, bukankah pemanfaatan laptop, sebagaimana halnya PDA dan ponsel, semakin hari semakin mudah? Banyak user friendly menu yang terus disediakan berbagai merek untuk konsumennya di tengah persaingan yang makin sengit. Juga kita tahu, tidak semua anggota Dewan old fashioned dengan teknologi telematika.

Banyak pula anggota Dewan yang masih muda dan sudah terbiasa dengan berbagai kemajuan pesat bidang ini. Pemberian laptop dapat memicu terjadinya persaingan antaranggota Dewan dalam berkarya. Terlebih lagi, berkomunikasi, berselancar di internet, mengolah kata, foto dan video saat ini sudah menjadi kebutuhan sehari-hari.

Jika seperlima saja dari anggota Dewan bisa menggunakan komputer, dan setengah dari jumlah itu terbiasa menggunakan situs pribadi atau blog seperti yang digunakan selebriti untuk mengomunikasikan buah pikirannya, maka itu kemajuan besar untuk lembaga legislatif.
Bukanlah mimpi tentunya jika setelah pengadaan laptop akan mulai banyak anggota Dewan yang berkomunikasi dengan konstituennya dan masyarakat yang diwakilinya melalui internet. Apalagi jika di gedung DPR pada saatnya nanti bisa dilengkapi dengan fasilitas wireless LAN, tentu komunikasi berbagai proses dan hasil keputusan politik bisa dengan cepat diinformasikan ke berbagai penjuru.

Demikian pula jika anggota Dewan sudah semakin terampil menggunakan laptopnya, berbagai hasil kunjungan mereka ke daerah dalam bentuk narasi ataupun foto dan video bisa dengan cepat di-posting di situs mereka melalui sambungan internet yang tersedia di berbagai hotel, kafetaria, warnet ataupun fasilitas bandara.

Sebagai penutup, ada baiknya kita renungkan penggalan kumpulan puisi dari TS Eliot, penulis terkenal kelahiran Amerika Serikat pemenang Nobel bidang literatur tahun 1948, yang mempertanyakan: "Where is the life we have lost in living? Where is the wisdom we have lost in knowledge? Where is the knowledge we have lost in information?"

Eliot dengan jelas merangkai perlunya kita memiliki informasi untuk menguasai ilmu pengetahuan guna mencapai wisdom dalam menjalani kehidupan di dunia.

Sejalan dengan tuntutan kehidupan di era globalisasi yang bercirikan terciptanya masyarakat berbasiskan ilmu pengetahuan, maka kemampuan untuk memiliki informasi dan menguasai ilmu pengetahuan adalah suatu keharusan. Kemampuan tersebut hanya bisa dicapai jika kita bisa mengkompilasi data dan mengolahnya menjadi informasi yang bermanfaat. Laptop adalah salah satu alat menuju ke sana.

Eddy Satriya
PNS di Kantor Menko Perekonomian. E-mail: satriyaeddy@gmail.com

5 comments:

Anonymous said...

selamat pagi pak satriya.......................
perkenalkan nama saya wikun c wijaya.saya menulis mail ini cuma ingin menyampaikan opini saya tentang apa yang bapak tulis di harian kompas edisi senin 26 maret 2007 di halaman 34 dg judul "Tukul,DPR,dan laptop mania"
sblum membaca tulisan ini saya harap bapak mau sejenak melupakan jabatan bapak sbg PNS di lingkup menko,tapi bapak sbg warga negara indonesia yg melihat negara ini dari sisi bawah(golongan kami).saya setuju jika kita memang harus menguasai pengetahuan di sgala bidang di era global yang serba cepat ini.saya sendiri menyadari kecepatan perubahan itu.Pak....saya agak tergelitik dengan tulisan bapak.Sosok tukul menjadi presenter paling top saat ini bukan karena laptop yang ia kenakan ataupun jargon yang sering dia gunakan "Kembali ke...laptop" tapi karena talenta & kemampuan dia berimprovisasi dalam tayangan itu.laptop di acara tsb hanya di gunakan untuk menguatkan brand image acara empat mata.keunikan dan daya tarik acara tsb bukan karena laptop tapi karena acara tersebut berani keluar dari pakem ataupun mainstream acara talkshow di tv spt yg ada skrg ini.Anggota DPR tidak perlu penguatan Brand image agar beliau2 terkesan exclusife,ikut trend E-life style,atau apapun yg berkaitan dg gaya dan gengsi(beliau2 bukan seleb ataupun pelawak spt tukul kan.........?).jika alasannya efisiensi dan efektifitas saya kira bukan dari peralatan yg paling penting tapi dari mindset setiap individunya.Kalo memang laptop tsb bnar2 dibutuhkan knapa tidak beli sendiri2 saja,gaji beliau kan sudah bisa buat beli.pak...Beberapa rekan yg saya kenal mereka adalah executive swasta yg kerjanya tak pernah lepas dari laptop( admin,programer,marketing,IT enginering)mereka tak pernah merengek2 ke perusahaan minta fasilitas laptop.tapi mreka beli sendiri entah tunai ataupun kredit spec-nya pun gak muluk2 amat kisaran 5 jutaanlah (lokalbrand) krn gaji mreka gak lebih dari 2 juta per bulan.
Kalo Bapak bilang "apalah artinya 12 milyar............kurang tepat mengaitkan dg biaya pengadaan laptop untuk membangun sekolah yang sudah punya anggaran yg masih berlebih di depdiknas" menurut saya sangat ironis,karena di tempat saya sekolah dari TK-SMP mereka belum mengenal komputer pak.....jadi gimana masyarakat memahami manfaat laptop tersebut ,sentuh keyboard aja belum pernah....????/ alangkah baiknya kalo dana tersebut di alokasikan untuk mengurangi kesenjangan teknologi informasi tsb.
Kalaupun Semua Anggota DPR sudah menguasai teknologi informasi tanpa merubah mindset-nya untuk efektifitas &efisiensi smua akan sia-sia pak.saya harap DPR tidak iri hati dengan instansi daerah yg telah punya laptop.jika kita melihat kebobrokan instansi lain dan iri hati trus mengikuti jejak mereka saya sangat menyayangkan hal tersebut pak.memang setiap orang punya hak untuk memiliki laptop tapi kalau itu menyakiti hati rakyat saya kira kebutuhan laptop tersebut bisa di tunda lah pak.....
Saya minta maaf sebesar2-nya jika tulisan ini menyinggung perasaan bapak sbg PNS.
PS:kemajuan suatu bangsa tidak di tentukan oleh bisa tidaknya warga negara untuk punya ataupun mampu mengoperasikan laptop.tapi di tentukan oleh cara pandang kita terhadap negeri ini di hari esok
pepatah bilang "jangan pernah bertanya apa yang telah negara berikan padamu tapi bertanyalah apa yang telah enkau berikan ke negara ini"

Anonymous said...

Halo Mas Eddy,

Saya sudah baca tulisan Anda di KOMPAS hari ini. Bagus sekali! Anda mencoba melihat sisi positif di luar komentar nyinyir para amatiran.

Salam kenal. Saya bekerja di perusahaan konstruksi.


Regards,

Anonymous said...

Saya puas membaca artikel pak Eddy S. Gaya bahasanya lugas, mengalir lancar, dan penyampaian ide tulisan di Kompas langsung ke tema pokok. Moga-moga pak Eddy S produktif menulis lagi!

Salam sukses,

DH

Anonymous said...

Wah, saya akhirnya berkenalan langsung dengan Pak Eddy. Senang juga saya membaca ulasan laptopmania, meski akhirnya muncul keputusan pembatalan untuk anggota DPR. Pembatalan laptop memang jadi beralasan ketika fraksi PDI Perjuangan memelopori penolakan dan pengembalian laptop.

Ayo Pak Eddy tulis lagi dunia laptop pasca penolakan anggota DPR, .....

E Satriya said...

Mas John yang baik,

Terima kasih atas support dan commentnya. Mau nulis lagi tentang laptop pasca pembatalan?

CAPEEEEKKK DEH...!

Pasti, liaht nanti sikon