Tuesday, June 29, 2004

Telematika, "Where Are You" ? -------- seri tulisan ICT --------


Oleh: Eddy Satriya *)

Catatan: Artikel ini telah diterbitkan di Majalah Bisnis Komputer Edisi No.06 20 Juni – 20 Juli 2004

Berulang kali saya menelusuri baris demi baris iklan salah satu pasangan Capres dan Cawapres yang dimuat di berbagai koran ibukota pada tanggal 9 Juni 2004. Iklan tersebut saya jadikan semacam sample untuk memenuhi hasrat keingintahuan tentang bagaimana elite partai politik mendudukkan telematika dalam program mereka. Tapi dua kata yang saya cari yaitu “telekomunikasi” dan atau “informasi” tidak saya temukan. Padahal program tersebut mereka namakan program ekonomi yang disiapkan untuk merebut simpati masyarakat pemilih dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tanggal 5 Juli 2004 mendatang. Kekecewaanpun tak dapat saya tutupi kerena menjadi jelas bahwa rencana pembangunan dan pengembangan telematika tidak termasuk di dalamnya. Menyimak pidato dan diskusi dalam kampanye Capres dan Cawapres lainnya pun kita menemukan nuansa yang tidak jauh berbeda. Tulisan ini tidak bermaksud membahas sisi politis dari berbagai program Capres dan Cawapres yang akan berlomba untuk menjadi pimpinan bangsa, tapi semata membahas positioning telematika dimasa datang.

Lalu bagaimanakah prospek pembangunan telematika dalam pemerintahan baru nanti? Pertanyaan tersebut mungkin bergelayutan dibanyak pikiran pelaku telematika yang selama ini, walaupun belum maksimal, telah menikmati lumayan banyak peluang bisnis di sektor ini. Sebut saja peningkatan jumlah penggunaan komputer di rumah tangga, sekolah dan perkantoran, kemajuan dunia multimedia dan hiburan yang membutuhkan perangkat telematika cukup besar, retail aksesori telepon seluler yang berkembang biak dimana-mana, dan kebutuhan berbagai jenis perangkat komputer dan telekomunikasi untuk memenuhi hasrat berkomunikasi data yang murah. Tidak ketinggalan pula manfaat yang telah dinikmati media masa cetak dan elektronik melalui iklan produk-produk telematika dan sektor riil lainnya yang menyerap banyak tenaga kerja. Akankah berbagai kemajuan tersebut dapat meningkat, atau setidaknya dipertahankan?

Pertanyaan bernada kekhawatiran tersebut di atas sudah sewajarnya mencuat. Walaupun banyak kemajuan yang telah dicapai, masih ada beberapa kendala yang membatasi sampainya jasa telematika dengan mutu layanan yang baik, aksesibilitas yang luas dan harga yang terjangkau kepada seluruh lapisan masyarakat. Sebut saja kendala geografis, rendahnya daya beli sebagian besar masyarakat, kebijakan yang masih belum pro-kompetisi sesuai amanat Undang-Undang Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999, mahalnya biaya investasi, rendahnya awareness masyarakat dan pejabat akan potensi telematika, tarif yang belum menunjang, serta belasan kendala lainnya yang tidak akan habis-habisnya dibahas. Kesemuanya itu membuat misi memperkecil digital divide semakin tidak mudah.
Maju tidaknya telematika di Indonesia sesungguhnya selain bergantung kepada upaya pengembangan sektor itu sendiri, juga sangat ditentukan oleh sasaran dan target pembangunan masyarakat (society) seperti apa yang akan dituju dalam jangka menengah empat atau lima tahun mendatang.

Diperkirakan program pembangunan pemerintah mendatang tentu akan lebih difokuskan kepada usaha-usaha mempertahankan Negara Kesatuan RI, meneruskan berbagai program reformasi kepemerintahan dan kehidupan berpolitik, mengatasi pengangguran dan meningkatkan pelayanan sosial dasar kepada masyarakat. Lalu apa yang bisa dikerjakan oleh seluruh stakeholder telematika saat ini, agar program pengembangan telematika tidak hilang atau tercecer di tengah perjalanan pembangunan bangsa kedepan?

Bagi anda yang termasuk pesimis dengan apa yang bisa disumbangkan pemerintah untuk telematika, maka pertanyaan di atas mungkin tidak terlalu penting. Tapi sikap itu bukanlah sesuatu yang salah. Pembangunan telematika yang bersifat lintas sektor memang banyak yang bisa digarap sendiri oleh para IT profesional. Namun bagi sebahagian orang yang masih membutuhkan peran telematika yang lebih besar dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan, pertanyaan tersebut sudah selayaknya dipikirkan ulang. Tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan telematika - tidak berbeda dengan sektor lain - banyak dinikmati oleh segelintir pelaku bisnis yang kebetulan punya akses dan berada dekat dengan lingkungan kekuasaan.

Perubahan pemerintahan akan berdampak cukup signifikan terhadap eksekusi program pembangunan, tidak kecuali telematika. Perubahan pemerintahan biasanya membawa perubahan lingkungan berusaha. Yang kemaren memperoleh pekerjaan dan porsi kegiatan, dimasa datang bisa saja akan gigit jari. Yang sekarang masih memiliki berbagai usaha seperti Wartel, Warnet, ataupun bisnis TI dari garasi rumah bisa saja gulung tikar atau harus berganti profesi.

Sebahagian kita mungkin tetap atau terpaksa pesimis melihat program kerja yang ditawarkan Capres dan Cawapres yang tidak memberikan prioritas dan ruang yang cukup untuk telematika. Kondisi ini juga harus dimaklumi. Bukankah Peter F. Drucker (2002) sendiri pernah menyampaikan dalam bukunya “Managing in the Next Society” bahwa “the new economy has not come yet”. Yang ada barulah upaya mendirikan usaha, kemudian menjualnya melalui IPO dan mekanisme lain ke pasar modal, belum mendirikan bisnis yang sebenar-benarnya.

Lalu bagaimana sikap kita sebaiknya? Saya lebih memilih kelompok optimis yang harus menyiapkan sesuatu, bukan berdiam diri. Sebahagian besar insan telematika saya pikir, memang harusnya demikian, akan memilih langkah ini. Pilihan optimis ini bukannya tanpa alasan, meski harus diakui pengembangan telematika oleh pemerintah masih terbatas. Alasan utamanya adalah bahwa teknologi telematika berkembang terus dengan percepatan yang tidak bisa diikuti oleh regulasi dan kebijakan. “Technology changes, economic laws do not” kata Varian dan Saphiro.

Karena itu sudah selayaknya seluruh stakeholder telematika seperti Masyarakat Telematika, seluruh asosiasi, BUMN, perguruan tinggi, maupun individu yang terlibat bisnis telematika duduk bersama dan mengumpulkan berbagai masukan untuk diteruskan kepada para wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat, Tim Sukses masing-masing Capres dan Cawapres, ataupun kepada kabinet pemerintahan baru terpilih nanti. Sudah semestinya pembangunan telematika memberikan kontribusi terbesarnya kepada masyarakat luas, bukan hanya kepada sekelompok orang. Waktu masih ada dan belum ada kata terlambat. Semoga nanti kita tidak bertanya-tanya lagi setelah pemerintahan baru terbentuk. Telematika, where are you?

__________

*) Penulis adalah Senior Infrastructure Economist. Berkerja di Bappenas. Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis, tidak harus mencerminkan kebijakan tempat penulis bekerja. Dapat dihubungi di esatriya@bappenas.go.id atau di eddysatriya.blogspot.com




&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
For detail and others please check my website &&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&

No comments: