Tuesday, June 01, 2004
WSIS DAN PEMBANGUNAN TELEMATIKA NASIONAL (Seri tulisan ICT)
Oleh: Eddy Satriya *)
Catatan: Artikel ini telah diterbitkan di Majalah Bisnis Komputer Edisi Januari 2004
===========================
Gempita World Summit on the Information Society (WSIS) yang diselenggarakan di Geneva tanggal 10-12 Desember 2003 yang lalu berakhir sudah. Sebagaimana layaknya pertemuan puncak yang mengatasnamakan seluruh masyarakat dunia, WSIS juga mencanangkan sebuah deklarasi. Melalui dokumen Declaration of Principles (http://www.itu.int/wsis/documents) tertanggal 12 Desember 2003, para wakil negara dari seluruh dunia kembali memperbaharui komitmen mereka terhadap pembangunan masyarakat informasi (information society). Bahkan isu pembangunan masyarakat informasi telah dijadikan sebagai tantangan global dalam menyongsong millenium baru. Deklarasi ini juga menekankan peranan penting Information and Communication Technology (ICT) sebagai salah satu pilar utama menuju masyarakat informasi. ICT dalam bahasa Indonesia dikenal juga dengan istilah telematika yang didefinisikan sebagai konvergensi teknologi informasi (IT), telekomunikasi, multimedia dan penyiaran. Sementara itu, rencana tindak lanjut (Action Plans) yang berjumlah tidak kurang dari 130 langkah untuk 11 kategori telah pula diformulasikan secara lebih rinci guna diimplementasikan di seluruh negara peserta.
Lantas, manfaat apakah dari WSIS yang dapat diambil bagi percepatan pengembangan telematika Indonesia pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya? Juga bagaimana mewujudkannya?
Pertanyaan di atas memang sudah selayaknya diajukan setiap kali bangsa Indonesia atau yang mewakili kembali dari mengikuti pertemuan internasional. Mencermati isi deklarasi dan action plan WSIS, mengingatkan kita akan pertemuan Okinawa Summit pada Juli 2000 yang dihadiri oleh negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok G-8. Okinawa Summit antara lain menegaskan posisi telematika sebagai sektor penting di milineum baru, menyatukan langkah anggota G-8 untuk memanfaatkan berbagai kesempatan dibidang telematika bagi kepentingan masyarakat dunia, dan menyiapkan rencana untuk menjembatani kesenjangan digital (digital divide). Pertemuan di Okinawa tersebut telah ditindaklanjuti oleh stakeholder telematika pada waktu itu dibawah koordinasi Kantor Menteri Koordinasi (Menko) Perekonomian. Sayangnya, ketidaksiapan berbagai pihak dan kurangnya koordinasi menyebabkan program-program yang telah disiapkan terbengkalai sia-sia.
Praktisi telematika, termasuk aparat instansi terkait tentu memahami benar situasi dan perkembangan telematika Indonesia saat ini, baik dari sisi kebijakan, regulasi, infrastruktur, sumber daya manusia, maupun aplikasi. Walaupun beberapa langkah maju telah dilaksanakan, telematika kita relatif masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Philipina, Thailand, apalagi Singapura. Kita secara umum hanya sedikit lebih baik dari Vietnam dan beberapa negara anggota ASEAN lainnya. Karena itu menjadi sangat menarik untuk mengamati dan memperkirakan kemajuan yang dapat dicapai telematika Indonesia pasca WSIS.
WSIS: Deklarasi, Target dan Action Plans
Sebelas prinsip dasar yang dideklarasikan dalam WSIS untuk mewujudkan masyarakat informasi meliputi: (a) diperlukannya peran pemerintah dalam mempromosikan pembangunan telematika; (b) pentingnya infrastruktur telematika; (c) penyediaan akses kepada informasi dan ilmu pengetahuan; (d) pembangunan dan pengembangan kapasitas individu maupun kelompok; (e) perlunya membangun kepercayaan dan keamanan dalam menggunakan jasa telematika; (f) perlunya menciptakan kondisi lingkungan berusaha yang menunjang implementasi good governance; (g) pengembangan aplikasi telematika yang bermanfaat dalam keseharian; (h) penyelarasan pembangunan telematika dengan keragaman budaya dan bahasa, identitas, serta kandungan lokal; (i) mendukung prinsip-prinsip kebebasan pers; (j) memperhatikan dimensi etik dalam masyarakat informasi; dan (k) tetap melanjutkan kerjasama regional maupun internasional.
Kesamaan visi dan misi yang juga sejalan dengan Millenium Declaration itu kemudian dituangkan kedalam penentuan target pembangunan dan Action Plans. Beberapa target yang telah disepakati untuk jangka menengah dan sudah harus tercapai pada tahun 2015 adalah: (a) menghubungkan seluruh desa dan menyediakan akses bagi seluruh masyarakat; (b) menghubungkan seluruh universitas, sekolah menengah, dan sekolah dasar; (c) menghubungkan pusat penelitian serta pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (d) menghubungkan seluruh perpustakaan umum, pusat kebudayaan, museum, dan kantor pos; (e) menghubungkan pusat pelayanan kesehatan dan rumah sakit; (f) mengubungkan semua kantor pemerintahan pusat dan daerah yang dilengkapi dengan situs web serta alamat email; (g) melengkapi kurikulum pendidikan dasar dan menengah dengan komponen pendidikan telematika; (h) memastikan seluruh penduduk dunia mempunyai akses radio dan televisi; (i) mendorong berbagai pengembangan aplikasi; dan (j) memastikan bahwa lebih dari setengah penduduk dunia mempunyai akses Internet.
Sedangkan rencana tindak lanjut untuk merealisasikan 11 butir deklarasi WSIS di atas, telah diformulasikan kedalam kurang lebih 130 langkah yang sudah dijanjikan akan dilaksanakan peserta sesuai kondisi negara masing-masing.
Telematika dalam Pembangunan
Walaupun masih diperdebatkan untuk bisa disejajarkan dengan Revolusi Industri pada abad ke 17, kemajuan dibidang telematika ini telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi kehidupan manusia modern. Perkembangan telematika telah membuka berbagai bentuk tatanan ekonomi baru dan transformasi sosial dimana kelompok negara maju maupun negara berkembang dapat memanfaatkan potensi telematika.
Sejalan dengan timbulnya peluang dan tantangan memasuki era new economy, berbagai inovasi dan kemajuan sektor telematika telah meningkatkan kemampuan manusia secara sangat signifikan dalam hal mencari, mengumpulkan, menganalisa, menyimpan serta berbagi informasi. Beberapa potensi dari telematika yang dapat digunakan untuk menunjang proses pembangunan termasuk memberikan kontribusi dalam pengurangan kemiskinan dapat diterangkan sebagai berikut.
Pertama, telematika dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat yang bisa terjadi melalui (a) proses peningkatan efisiensi ekonomi secara luas melalui pendayagunaannya pada seluruh sektor ekonomi dan (b) peningkatan produksi dari jenis komoditi ekspor baru yang proses produksinya telah menggunakan telematika (Yoshitomi, 2001). Kedua, telematika dapat membantu pedagang kecil, petani, dan para nelayan melalui penyediaan informasi pasar yang akurat dan aktual. Ketersediaan informasi tersebut akan meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya memperbaiki tingkat pendapatan bersih mereka. Selanjutnya telematika dapat digunakan untuk memberikan pelatihan dan pendidikan berbagai bidang melalui cara belajar jarak jauh (distance learning) yang sangat bermanfaat bagi penduduk di daerah perdesaan, pedalaman dan perbatasan. Keempat, telematika dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan mutu berbagai jenis pelayanan kepada masyarakat. Terakhir, telematika dapat membantu proses transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan suatu kebijakan pembangunan, maupun memberdayakan masyarakat yang selama ini memiliki akses sangat terbatas dalam menyampaikan aspirasinya.
Meski inovasi telematika menjanjikan berbagai peluang pembangunan, telematika juga dapat membawa negara-negara berkembang kepada suatu tantangan yang tidak mudah untuk dipecahkan. Apabila suatu negara tertinggal cukup jauh dalam memanfaatkan potensi telematika, maka mereka berkemungkinan besar juga akan tertinggal lebih jauh lagi dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Tidak tertutup pula pemanfaatan telematika untuk hal-hal yang dapat menghancurkan kehidupan manusia sendiri. Internet telah digunakan sebagai media komunikasi yang aman dan ekslusif oleh sekelompok anggota sekte terlarang di California, USA pada tahun 1997 yang akhirnya melaksanakan bunuh diri masal. Peristiwa 9/11 di New York dan peristiwa pemboman di Bali jelas tidak bisa terlepas dari pemanfaatan berbagai peralatan telekomunikasi canggih. Begitu pula halnya dengan berbagai virus komputer yang sengaja atau tidak sengaja disebarluaskan sehingga mengakibatkan cost yang tidak sedikit bagi negara, perusahaan maupun individu yang menjadi korban (Satriya, Perencanaan Pembangunan No. 30, 2003).
Prospek dan Tantangan Bisnis Komputer di Masa Depan
Membicarakan prospek dan tantangan bisnis komputer mau tidak mau membawa kita membahas perkembangan telematika di Indonesia. Walaupun banyak pihak yang masih belum puas, sesungguhnya telah tercapai berbagai kemajuan dalam sektor telematika di Indonesia. Keberadaan Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dalam Kabinet Gotong Royong Presiden Megawati dan diperbaharuinya Tugas Pokok, Fungsi dan Keanggotaan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) melalui Keppres No. 9/2003, telah menandai keseriusan pemerintah dalam memajukan telematika nasional.
Kominfo sendiri telah berpartisipasi aktif mengikuti dan menyelenggarakan berbagai diskusi, lokakarya, seminar, dan konferensi tentang telematika, disamping menjalankan fungsinya sebagai Ketua TKTI. Tercatat telah cukup banyak aktivitas, produk kebijakan dan regulasi yang dihasilkan seperti Kebijakan Pemerintah tentang Pengembangan Electronic Government (E-gov), Panduan tentang Penyelenggaraan Situs Web Daerah, serta berbagai sosialisasi dan lomba bertemakan telematika.
Secara kasat mata juga dapat terlihat penambahan perangkat komputer yang cukup signifikan di berbagai perkantoran pemerintah, swasta, dan rumah tangga. Komputer dan berbagai aksesorisnya sudah tidak lagi menjadi barang mewah. Naiknya permintaan komputer hingga tahun 2003, khususnya Personal Computer (PC) dan Notebook telah banyak dilaporkan oleh berbagai media masa.
Diperkirakan tidak semua target Deklarasi WSIS dapat dipenuhi pemerintah Indonesia mengingat krisis yang masih berlangsung. Namun jika diperhatikan daftar Action Plans satu per satu, maka dengan jelas akan terlihat bahwa beberapa langkah telah pernah di formulasikan dalam suatu daftar Action Plan yang menjadi lampiran dari Instruksi Presiden tentang Pemberdayaan Telematika No. 6/2001. Dengan kata lain, butir-butir Action Plans untuk 11 kategori yang dikeluarkan WSIS tersebut sesungguhnya bukanlah hal baru bagi stakeholder telematika Indonesia. Namun demikian, bukan berarti tidak ada tantangan atau hambatan dalam mewujudkan masyarakat informasi dimasa depan.
Dibutuhkan kejelian dan strategi yang tepat untuk menetapkan prioritas pelaksanaannya. Ada dua hal utama menurut pengamatan saya yang harus didahulukan pelaksanaannya dalam waktu dekat ini. Pertama adalah masalah infrastruktur dan yang kedua adalah percepatan penyelesaian regulasi untuk meningkatkan kepercayaan serta keamanan dalam bertransaksi elektronik.
Masalah infrastruktur terutama fasilitas telekomunikasi dengan harga terjangkau harus segera ditindaklanjuti dalam arti sebenar-benarnya. Mengingat kemampuan dan daya beli masyarakat yang masih belum pulih, maka perlu diusulkan kepada operator telekomunikasi untuk melakukan diferensiasi harga jual jasa telekomunikasi bagi kelompok pengguna tertentu. Misalnya saja tarif bisa lebih murah dan dibuat flat untuk fasilitas sosial, rumah ibadah, perpustakaan, kantor kecamatan atau kelurahan, lembaga nirlaba dan lain sebagainya. Hal ini sangat diperlukan mengingat telah terjadi penurunan koefisien korelasi antara pertumbuhan telekomunikasi dan pertumbuhan ekonomi. Jika kurun waktu 1967-1990 kenaikan 1 % kepadatan telepon mampu memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi (GDP atau GNP) hingga sekitar 3 %, maka hasil penelitian yang saya lakukan untuk kurun waktu 1995-2000 menunjukan penurunan yang signifikan. Dengan menggunakan data “World Development Indicators” Bank Dunia tahun 2001 (Tabel 1.1 dan 5.9), maka kenaikan pertumbuhan 1 % kepadatan telepon hanya memberikan sekitar 1.1 % saja untuk ekonomi nasional (Satriya, Perencanaan Pembangunan Prasarana Telematika, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi dunia pada tahun 1997 memang berdampak cukup besar bagi perkembangan telekomunikasi. Dengan demikian, sudah seharusnya penyelenggaraan jasa telekomunikasi tidak memperlakukan asas “Business as Usual”. Pemerintah dalam hal ini Kominfo dan Departemen Perhubungan hendaknya membuat terobosan dalam masalah infrastruktur ini yang bisa dimulai dengan diferensiasi harga jual guna mendukung pemberdayaan telematika.
Tantangan kedua adalah percepatan penyelesaian regulasi dan kebijakan tentang transaksi elektronis. Hal ini sangat penting untuk menimbulkan kepercayaan dan rasa aman yang mampu mendorong masyarakat memanfaatkan jasa telematika dalam kehidupannya sehari-hari. Berlarut-larutnya penyelesaian UU tentang Cyber dan transaksi elektronis selama ini telah menghambat peningkatan penggunaan jasa telematika.
Diharapkan dengan dilakukannya terobosan dalam masalah infrastruktur dan transaksi elektronik tersebut akan mampu mendorong penggunaan telematika secara lebih signifikan. Terlebih lagi apabila pemerintah melalui Kominfo mampu mensikronkan berbagai peluang, tantangan dan potensi telematika pasca Deklarasi WSIS secara berkelanjutan, tentulah bisnis telematika dan komputer akan semakin bergairah. Sekaligus bermanfaat besar bagi pembangunan nasional yang memang membutuhkan pendorong roda ekonomi secara lebih berkesinambungan.
____________
*) Penulis adalah Senior Telecommunication Economist, alumni ITB Bandung dan University of Connecticut-USA. Sekarang PNS biasa di Bappenas. Email Address: satriyaeddy@yahoo.com atau esatriya@bappenas.go.id
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment